DAMPAK PERDEBATAN PENGGARAPAN LAHAN MILIK YPI
Oleh : MYR Agung Sidayu - Pembina Yayasan Pesantren Indonesia
Pendahuluan.
Ada perdebatan antara Panji Gumilang dan Iskandar Saefullah tentang klaim Panji Gumilang bahwa penggarapan lahan milik yayasan gagal ketika diberikan kepada eksponen Alzaytun, tetapi dibantah oleh Iskandar Saefullah bahwa dia berhasil, sampai terjadi perdebatan yang ditengahi hakim.
Saya tidak faham apa maksud dari Panji Gumilang mengutarakan hal itu dalam sidang pengadilan, karena tidak ada relevansinya dalam kasus TPPU. Bahwa itu semua membuat majelis hakim tahu bahwa telah terjadi pelanggaran undang undang yayasan oleh Panji Gumilang, dan ini membuktikan dakwaan jaksa penuntut umum benar.
Untuk memperjelas konteks perdebatan diatas dengan TPPU, berikut adalah analisis yang mencakup relevansi pernyataan Panji Gumilang dalam sidang, hubungannya dengan pelanggaran Undang-Undang Yayasan, dan bagaimana hal ini mendukung dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Penjelasan Hukum dan Konteks Perdebatan.
1. Latar Belakang Kasus.
A.S. Panji Gumilang, pimpinan Pondok Pesantren Al-Zaytun, menghadapi sidang di Pengadilan Negeri Indramayu atas dugaan TPPU berdasarkan pelanggaran Pasal 70 ayat (1) jo. Pasal 5 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan (sebagaimana diubah dengan UU Nomor 28 Tahun 2004) dan Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.
Dakwaan JPU menyebutkan bahwa Panji Gumilang diduga mengalihkan dana Yayasan Pesantren Indonesia (YPI) untuk kepentingan pribadi, seperti membayar utang, membeli aset atas nama pribadi atau keluarga, dan mengelola dana melalui rekening bank antara 2014 hingga 2023. Dana ini bersumber dari berbagai pihak, termasuk Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan sumbangan masyarakat.
2. Perdebatan tentang Penggarapan Lahan.
Dalam sidang, Panji Gumilang mengklaim bahwa penggarapan lahan milik yayasan gagal saat diberikan kepada eksponen Al-Zaytun, sementara Iskandar Saefullah saksi yang dihadirkan jaksa penuntut umum membantahnya, menyatakan bahwa penggarapan lahan yang dilakukannya berhasil. Perdebatan ini ditengahi oleh hakim. Sekilas, pernyataan ini tampak tidak relevan dengan kasus TPPU, tetapi ada beberapa alasan hukum dan strategis mengapa Panji Gumilang mengemukakan hal ini, serta bagaimana hal ini berkaitan dengan pelanggaran UU Yayasan.
3. Relevansi Hukum: Pelanggaran UU Yayasan.
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, khususnya Pasal 5, mengatur bahwa kekayaan yayasan hanya boleh digunakan untuk mencapai tujuan yayasan, seperti pendidikan, keagamaan, atau sosial, dan dilarang digunakan untuk kepentingan pribadi pengurus, pembina, atau pihak lain. Pasal 70 ayat (1) menetapkan sanksi pidana bagi pelanggaran ini. Dalam kasus Panji Gumilang, JPU mendakwa bahwa ia telah menyalahgunakan dana dan aset yayasan untuk kepentingan pribadi, termasuk pengalihan aset ke nama pribadi atau keluarga.
Pernyataan Panji Gumilang tentang penggarapan lahan dapat dianalisis dari dua sudut pandang hukum:
- Pengelolaan Aset Yayasan ; Lahan yang dimaksud adalah aset yayasan. Jika Panji Gumilang menyerahkan pengelolaan lahan kepada pihak lain (misalnya, eksponen Al-Zaytun) tanpa prosedur yang sesuai dengan UU Yayasan, ini dapat dianggap sebagai pelanggaran tata kelola yayasan. Misalnya, jika lahan diserahkan tanpa persetujuan pembina yayasan atau tanpa kontrak yang jelas, ini menunjukkan pengelolaan yang tidak transparan, yang merupakan pelanggaran Pasal 5 UU Yayasan.
- Bukti Tindak Pidana Asal TPPU ; TPPU memerlukan adanya tindak pidana asal (predicate crime). Dalam kasus ini, pelanggaran UU Yayasan (misalnya, penyalahgunaan aset yayasan) menjadi tindak pidana asal yang memungkinkan dakwaan TPPU. Jika Panji Gumilang menggunakan dana hasil pengelolaan lahan (atau pengalihan lahan) secara pribadi, maka semua ini mendukung dakwaan TPPU berdasarkan Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010.
Perdebatan tentang keberhasilan atau kegagalan penggarapan lahan mungkin diutarakan oleh Panji Gumilang untuk:
- Membela Diri ; Panji Gumilang mungkin berusaha menunjukkan bahwa ia tidak menyalahgunakan aset yayasan, melainkan hanya menyerahkan pengelolaan lahan kepada pihak lain untuk tujuan yayasan (misalnya, meningkatkan produktivitas lahan). Dengan mengklaim bahwa penggarapan gagal, ia mungkin ingin mengalihkan tanggung jawab atas kerugian atau penyalahgunaan aset kepada pihak lain (eksponen Al-Zaytun).
- Mengaburkan Fokus ; Dengan memunculkan isu penggarapan lahan, Panji Gumilang mungkin ingin mengalihkan perhatian hakim dari inti dakwaan TPPU, yaitu pengalihan dana yayasan ke rekening pribadi atau pembelian aset atas nama pribadi.
Namun, bantahan Iskandar Saefullah bahwa penggarapan lahan berhasil justru dapat memperkuat dakwaan JPU. Jika lahan dikelola dengan baik dan menghasilkan keuntungan, tetapi keuntungan tersebut dialihkan untuk kepentingan pribadi Panji Gumilang, ini menjadi bukti tambahan pelanggaran UU Yayasan dan TPPU.
4. Mengapa Hakim Menengahi Perdebatan?.
Hakim menengahi perdebatan ini karena:
- Relevansi dengan Dakwaan.
Hakim bertugas memastikan bahwa semua keterangan yang disampaikan relevan dengan dakwaan. Dalam hal ini, hakim kemungkinan ingin memahami apakah pernyataan tentang penggarapan lahan memiliki kaitan dengan pengelolaan aset yayasan, yang merupakan inti dari tindak pidana asal TPPU. Jika terbukti bahwa lahan yayasan dikelola dengan baik tetapi hasilnya disalahgunakan, ini memperkuat bukti pelanggaran Pasal 5 UU Yayasan.
5. Bagaimana Ini Membuktikan Dakwaan JPU?.
Perdebatan ini membantu majelis hakim memahami pola pengelolaan aset yayasan oleh Panji Gumilang. Beberapa poin kunci yang mendukung dakwaan JPU:
- Penyalahgunaan Aset Yayasan ; Jika lahan yayasan dikelola tanpa prosedur yang sesuai atau hasilnya dialihkan untuk kepentingan pribadi, ini melanggar Pasal 5 UU Yayasan. Misalnya, dakwaan JPU menyebutkan bahwa Panji Gumilang membeli aset (tanah dan properti) atas nama pribadi atau keluarga menggunakan dana yayasan, yang merupakan pelanggaran serius.
- Bukti TPPU ; Pasal 3 UU TPPU mengatur bahwa setiap orang yang menempatkan, mentransfer, atau menggunakan harta yang diketahui berasal dari tindak pidana untuk menyembunyikan asal-usulnya dapat didakwa TPPU. Jika keuntungan dari penggarapan lahan dialihkan ke rekening pribadi Panji Gumilang atau digunakan untuk membayar utang pribadi (seperti yang disebutkan dalam dakwaan, senilai puluhan miliar), ini merupakan bukti TPPU.
- Pola Keuangan ; JPU mengungkapkan bahwa Panji Gumilang memiliki banyak rekening bank, yang digunakan untuk mengelola dana yayasan. Jika dana dari penggarapan lahan masuk ke salah satu rekening ini dan kemudian digunakan untuk kepentingan pribadi, ini menunjukkan pola “mingling” (mencampur dana legal dan ilegal) atau “structuring” (memecah transaksi untuk menghindari pelaporan), yang merupakan modus TPPU.
6. Mengapa Pernyataan Ini Tampak Tidak Relevan?.
Ada yang mengatakan bahwa pernyataan Panji Gumilang tentang penggarapan lahan tidak relevan karena fokus utama sidang adalah TPPU, bukan keberhasilan atau kegagalan pengelolaan lahan. Namun, dalam konteks hukum, setiap keterangan yang berkaitan dengan pengelolaan aset yayasan dapat menjadi relevan karena:
- Tindak Pidana Asal ; TPPU memerlukan bukti tindak pidana asal, yaitu pelanggaran UU Yayasan. Pengelolaan lahan adalah bagian dari aset yayasan, sehingga keterangannya dapat digunakan untuk membuktikan penyalahgunaan.
- Strategi Pembelaan ; Panji Gumilang mungkin sengaja mengemukakan isu ini untuk membingungkan atau melemahkan dakwaan dengan menunjukkan bahwa ia tidak bertindak sendiri, melainkan melibatkan pihak lain (eksponen Al-Zaytun).
Meski demikian, hakim yang cermat akan memfokuskan perhatian pada apakah pengelolaan lahan tersebut menghasilkan dana yang kemudian disalahgunakan, bukan pada keberhasilan atau kegagalan penggarapan itu sendiri.
7. Penjelasan Hukum Tambahan.
Untuk memperkaya artikel, berikut adalah bunyi pasal-pasal yang relevan:
- Pasal 5 UU Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 28 Tahun 2004):
“Kekayaan Yayasan, baik berupa benda bergerak maupun tak bergerak, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud, hanya dapat digunakan untuk mencapai maksud dan tujuan Yayasan.”
- Pasal 70 ayat (1) UU Yayasan:
“Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekayaan Yayasan bertentangan dengan maksud dan tujuan Yayasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).”
- Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang TPPU:
“Setiap Orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukar dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana … dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan dipidana karena tindak pidana pencucian uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).”
8. Kesaksian tidak dipersiapkan oleh dewan pembina.
Kesaksian Iskandar Saefullah, Silmi Aulia, dan saksi lainnya dalam sidang Panji Gumilang memiliki bobot hukum yang signifikan meskipun tidak dipersiapkan oleh dewan pembina Yayasan Pesantren Indonesia (YPI). Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), khususnya Pasal 184 ayat (1), kesaksian merupakan salah satu alat bukti yang sah dalam proses peradilan pidana. Saksi-saksi ini memberikan keterangan berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang telah dibuat oleh penyidik selama tahap penyidikan, sebagaimana diatur dalam Pasal 117 KUHAP. BAP adalah dokumen resmi yang mencatat keterangan saksi di bawah sumpah, yang dapat digunakan sebagai dasar pemeriksaan di persidangan untuk menguji kebenaran materiil dakwaan.
Fakta bahwa kesaksian mereka tidak dipersiapkan oleh dewan pembina yayasan menunjukkan bahwa keterangan tersebut bersifat independen dari kepentingan internal yayasan, sehingga dapat dianggap lebih objektif. Dalam konteks kasus ini, keterangan saksi relevan untuk membuktikan dugaan pelanggaran Pasal 5 jo. Pasal 70 ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan (sebagaimana diubah dengan UU Nomor 28 Tahun 2004), yang melarang penggunaan kekayaan yayasan untuk kepentingan pribadi pengurus, serta Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.
Kesimpulan.
Pernyataan Panji Gumilang tentang penggarapan lahan, meskipun tampak tidak relevan, memiliki kaitan hukum dengan dakwaan JPU karena berkaitan dengan pengelolaan aset yayasan, yang menjadi tindak pidana asal dalam kasus TPPU.
Perdebatan dengan Iskandar Saefullah membantu majelis hakim memahami apakah aset yayasan (lahan) dikelola sesuai UU Yayasan atau disalahgunakan untuk kepentingan pribadi. Jika terbukti bahwa keuntungan lahan dialihkan untuk kepentingan pribadi Panji Gumilang, ini memperkuat dakwaan pelanggaran Pasal 5 UU Yayasan dan Pasal 3 UU TPPU. Hakim menengahi perdebatan untuk memastikan relevansi keterangan dengan dakwaan, dan pernyataan ini justru menjadi bukti tambahan bahwa Panji Gumilang tidak mematuhi tata kelola yayasan.
Perdebatan antara Panji Gumilang dan Iskandar Saefullah tentang penggarapan lahan yayasan, meskipun sekilas tampak tidak relevan dengan kasus TPPU, memiliki makna hukum penting. Menurut Pasal 5 UU Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, kekayaan yayasan, termasuk lahan, hanya boleh digunakan untuk tujuan yayasan, seperti pendidikan atau keagamaan.
Jika lahan dikelola tanpa prosedur yang sesuai atau hasilnya dialihkan untuk kepentingan pribadi, ini melanggar UU Yayasan, yang menjadi tindak pidana asal dalam dakwaan TPPU. Dan membuktikan pelanggaran Pasal 70 ayat (1) UU Yayasan dan Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang TPPU.
Hakim menengahi perdebatan untuk memastikan relevansi keterangan dengan dakwaan, dan pernyataan Panji Gumilang ini menjadi bukti tambahan adanya penyalahgunaan aset yayasan, sebagaimana didakwakan JPU.
Walhasil sebelum sidang harus dilakukan simulasi yang tartil, jangan sampai setiap pernyataan memberatkan diri sendiri.