Pengangkatan Pengurus Yayasan

Apakah pengangkatan pengurus dan pengawas Yayasan oleh dewan Pembina memerlukan ijin?

Dalam hukum yayasan yang diatur oleh Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan -sebagaimana diubah oleh UU Nomor 28 Tahun 2004, tidak ada ketentuan eksplisit yang menyatakan bahwa pengangkatan Pengurus oleh Dewan Pembina membutuhkan izin (persetujuan) dari orang yang diangkat.

Analisis Hukum

Wewenang Dewan Pembina

Pasal 28 ayat (1) UU Yayasan:

- Pembina memiliki wewenang untuk mengangkat dan memberhentikan anggota Pengurus dan Pengawas. Teks pasal ini tidak menyebutkan keharusan adanya persetujuan dari orang yang diangkat.

- Wewenang ini bersifat mutlak dalam struktur yayasan, kecuali dibatasi oleh anggaran dasar yayasan.

Anggaran Dasar Yayasan;

- Pasal 11 UU Yayasan menyatakan bahwa anggaran dasar yayasan mengatur tata cara pengangkatan, pemberhentian, dan penggantian Pengurus. Jika anggaran dasar mensyaratkan persetujuan orang yang diangkat, maka itu menjadi ketentuan yang mengikat. Tanpa klausul tersebut, persetujuan tidak wajib berdasarkan UU.

- Dalam pasal 14, akte nomor 10 2005, berbunyi ‘ yang dapat diangkat sebagai anggota pengurus adalah orang perseorangan yang mampu melakukan perbuatan hukum dan tidak dinyatakan bersalah dalam melakukan pengurusan yayasan yang menyebabkan bagi yayasan, masyarakat,atau negara berdasarkan putusan pengadilan dalam jangka waktu 5 tahun terhitung sejak tanggal putusan tersebut berkekuatan hukum tetap’

Prinsip Hukum Umum

Persetujuan dalam Hukum Perjanjian;

- Secara umum, dalam hukum perjanjian (Pasal 1313 KUHPerdata), suatu perjanjian (termasuk pengangkatan sebagai Pengurus) memerlukan kesepakatan antara pihak yang mengangkat (Pembina) dan yang diangkat (Pengurus). Namun, pengangkatan Pengurus yayasan bukan murni perjanjian, melainkan keputusan organisasi yang diatur anggaran dasar, sehingga prinsip ini tidak sepenuhnya berlaku kecuali diatur khusus.

- Kebebasan Menolak;

- Orang yang diangkat sebagai Pengurus memiliki hak untuk menolak pengangkatan tersebut karena tidak ada kewajiban hukum yang memaksa seseorang menerima jabatan. Jika yang diangkat menolak, Pembina harus mencari kandidat lain.

- Pengangkatan pertama untuk memenuhi amanah undang undang dan anggaran dasar, telah dilakukan dan di akte notaris la, tetapi ada pengunduran diri, maka dilakukan rapat dewan pembina lagi dan semua yang mengundurkan diri diterima dan diangkat pengurus dan pengawas baru.

4. Tanggung Jawab Pengurus.

- Pasal 34 UU Yayasan; Pengurus bertanggung jawab penuh atas pengelolaan yayasan dan dapat dimintai pertanggungjawaban jika menyebabkan kerugian. Karena tanggung jawab ini besar, logis jika calon Pengurus dimintai kesediaan terlebih dahulu, tetapi lagi-lagi, ini tidak diatur sebagai syarat wajib dalam UU.

5. Bukan ranah pidana

Proses pengangkatan dan pemberhentian Pengurus dan Pengawas yayasan secara umum bukan ranah hukum pidana, melainkan ranah hukum perdata atau tata kelola organisasi yayasan. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan (sebagaimana diubah oleh UU Nomor 28 Tahun 2004).

6. Hukum Yayasan: Ranah Perdata.

1. Pengangkatan Pengurus dan Pengawas;

- Pasal 28 UU Yayasan; Dewan Pembina memiliki wewenang untuk mengangkat Pengurus dan Pengawas sesuai anggaran dasar yayasan.

- Pasal 11 ; Tata cara pengangkatan diatur dalam anggaran dasar, yang bersifat internal dan merupakan hukum privat (perdata).

- Proses ini adalah keputusan organisasi, bukan tindakan yang diatur hukum pidana, kecuali ada pelanggaran hukum yang menyertainya.

2. Pemberhentian Pengurus dan Pengawas;

- Pasal 36 UU Yayasan; Pengurus dapat diberhentikan oleh Pembina karena:

1. Tidak melaksanakan tugas sesuai anggaran dasar.

2. Melakukan perbuatan yang merugikan yayasan.

3. Dinyatakan pailit atau dalam pengampuan.

4. Meninggal dunia atau tidak mampu menjalankan tugas.

- Pasal 43; Pengawas juga dapat diberhentikan oleh Pembina dengan prosedur serupa.

- Ini adalah wewenang internal yayasan dan dijalankan melalui rapat Pembina sesuai anggaran dasar, sehingga termasuk ranah perdata.

3. Sifat Hukum;

- Pengangkatan dan pemberhentian adalah tindakan administratif dalam organisasi yayasan, bukan tindak pidana. Jika ada sengketa (misalnya Pengurus menolak diberhentikan), penyelesaiannya melalui gugatan perdata di Pengadilan Negeri berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata, PMH atau pelanggaran anggaran dasar.

Pengecualian: Kaitan dengan Ranah Pidana

Meskipun proses pengangkatan dan pemberhentian itu sendiri bukan ranah pidana, tindakan yang terkait dengan proses tersebut bisa masuk ranah hukum pidana jika melibatkan unsur pelanggaran hukum. Contoh:

1. Penyalahgunaan Wewenang dalam Pengangkatan;

- Jika Pembina mengangkat Pengurus dengan cara melawan hukum (misalnya memalsukan dokumen atau menyuap), ini bisa menjadi tindak pidana seperti pemalsuan (Pasal 263 KUHP).

- Namun, tindak pidana ini bukan pada proses pengangkatan itu sendiri, melainkan pada perbuatan yang menyertainya.

2. Pemberhentian karena Tindak Pidana:

- Jika Pengurus diberhentikan karena melakukan tindak pidana seperti penggelapan dana yayasan (Pasal 372 KUHP) atau TPPU (Pasal 3 UU No. 8 Tahun 2010), maka pemberhentian itu akibat dari ranah pidana, tetapi proses pemberhentiannya tetap ranah perdata (keputusan Pembina).

- Contoh: Dalam kasus ketua dewan jika Dewan Pembina YPI menonaktifkannya karena terbukti menggelapkan dana untuk membeli tanah, pemberhentian adalah tindakan perdata, sedangkan penggelapan/TPPU adalah ranah pidana.

3. Konflik yang Berujung Pidana;

- Jika pemberhentian Pengurus memicu tindakan pidana (misalnya ancaman atau penganiayaan oleh pihak yang diberhentikan), maka itu masuk ranah pidana, tetapi bukan proses pemberhentiannya yang pidana, melainkan akibatnya.

7. Konteks Hukum

- Ranah Perdata; Pengangkatan dan pemberhentian adalah mekanisme internal yayasan untuk mengelola organisasi. Jika ada pelanggaran (misalnya pemberhentian tidak sesuai anggaran dasar), penyelesaiannya melalui gugatan perdata, bukan penegakan hukum pidana.

- Ranah Pidana; Hukum pidana hanya berlaku jika ada tindak pidana spesifik yang dilakukan oleh Pengurus, Pembina, atau pihak lain (misalnya penggelapan, penipuan ) yang terpisah dari proses pengangkatan/pemberhentian.

Contoh Kasus Yayasan pesantren Indonesia.

- Penonaktifkan ketua dewan pembina oleh Dewan Pembina karena kasus TPPU adalah tindakan perdata berdasarkan Pasal 36 UU Yayasan (merugikan yayasan).

- TPPU dan penggelapan dana yayasan adalah ranah pidana yang ditangani polisi/jaksa, bukan proses pemberhentiannya.

Kesimpulan;

- Secara prinsip, proses pengangkatan dan pemberhentian Pengurus dan Pengawas yayasan bukan ranah hukum pidana, melainkan ranah hukum perdata yang diatur oleh UU Yayasan dan anggaran dasar. Proses ini bersifat administratif dan internal.

- Namun, jika ada tindakan pidana yang terkait (misalnya penggelapan dana oleh individu dalam organ yayasan yang kemudian diberhentikan), ranah pidana muncul dari perbuatan tersebut, bukan dari proses pengangkatan atau pemberhentian itu sendiri. Jadi, dalam keadaan normal, hukum pidana tidak menyentuh proses ini kecuali ada pelanggaran hukum yang terpisah.

- Secara Hukum; Tidak ada ketentuan dalam UU Yayasan yang secara tegas mewajibkan pengangkatan Pengurus oleh Dewan Pembina membutuhkan izin atau persetujuan dari orang yang diangkat. Wewenang Pembina bersifat mutlak (Pasal 28), kecuali anggaran dasar yayasan mengatur lain.

- Anggaran Dasar; anggaran dasar yayasan Pesantren Indonesia tidak mensyaratkan persetujuan calon Pengurus, dan wajib dijadikan rujukan. Maknanya Tanpa persetujuan tidak diperlukan.

- Praktik; beberapa sudah dihubungi, tetapi ini bukan kewajiban hukum melainkan kebiasaan organisasi.

Dalam Konteks yayasan pesantren Indonesia.

- Jika Dewan Pembina ingin mengangkat Pengurus baru, mereka bisa melakukannya tanpa persetujuan ketua dewan pembina selama dan hal ini sesuai anggaran dasar. Namun, Pengurus baru berhak menolak pengangkatan tersebut, dan itu sudah terjadi.