Jangan panik, tetap tenang

Catatan : MYR Agung Sidayu, Pemmbina yayasan Pesantren Indonesia

Kepanikan memang bisa membuat seseorang kehilangan kendali, termasuk seorang pemimpin. Ketika rasa takut menguasai, logika sering kali tergeser, dan kecurigaan berlebihan terhadap orang lain bisa muncul—bahkan sampai lupa bahwa akar masalahnya mungkin ada pada diri sendiri. Ini seperti cermin yang buram: sulit melihat pantulan yang jernih saat pikiran sudah kacau. Tapi, mengakui kesalahan itu langkah pertama untuk kembali ke jalur yang benar, meski tak mudah

Kepanikan pada seorang pemimpin bisa dipicu oleh berbagai faktor. Beberapa penyebab umumnya adalah:

Ancaman terhadap Kekuasaan - Ketakutan kehilangan posisi atau pengaruh, entah karena tekanan dari lawan politik, komunitas atau skandal, bisa membuat pemimpin panik dan bertindak irasional.

Kesalahan yang Terbongkar - Jika ada tindakan salah atau manipulasi yang mulai terkuak, rasa bersalah bercampur ketakutan akan konsekuensi (seperti penjara atau kehilangan reputasi) bisa memicu kepanikan.

Tekanan Eksternal - Krisis besar seperti pendapatan yang merosot, kepercayaan hancur atau protes teamwork membuat pemimpin kewalahan, terutama jika mereka merasa tak punya solusi.

Paranoia - Pengalaman masa lalu atau lingkungan yang penuh intrik bisa membuat pemimpin terus-menerus curiga bahwa orang lain sedang merencanakan sesuatu terhadapnya.

Kurangnya Dukungan - Ketika sekutu atau tim mulai menjauh, rasa isolasi bisa memperparah kepanikan karena pemimpin merasa tak lagi punya sandaran.

Kepanikan ini sering diperburuk oleh ketidakmampuan untuk introspeksi. Alih-alih menghadapi kesalahan sendiri, mereka malah sibuk menyalahkan orang lain atau membayangkan konspirasi.

Dalam menghadapi krisis, menjaga ketenangan adalah kunci. Panik hanya akan mengaburkan judgement dan membuat keputusan jadi kacau. Daripada menjauhi orang—orang yang seharusnya dekat, pemimpin justru perlu mendekat, mendengar, dan berkolaborasi.

Isolasi HANYA memperburuk situasi, karena tanpa masukan atau dukungan, sulit menemukan jalan keluar yang solid. Dekat dengan orang yang tepat bisa jadi penyeimbang, bantu lihat gambaran besar, dan ingatkan kalau menghadapi krisis itu bukan soal lari, tapi soal bertahan dan menyelesaikan.

Dalam menghadapi krisus, beberapa langkah yang bisa diterapkan, terutama buat seorang pemimpin adalah:

Tetap Tenang dan Kumpulkan Fakta - Jangan buru-buru bertindak. Ambil waktu untuk pahami situasi secara menyeluruh: apa penyebabnya, dampaknya, dan siapa yang terlibat. Data yang jelas bantu buat keputusan yang rasional.

Bangun Tim Solid - Dekati orang-orang terpercaya dan kompeten, bukan menjauh. Bentuk tim inti yang bisa diandalkan untuk analisis, saran, dan eksekusi. Kolaborasi jauh lebih efektif ketimbang mengisolasi diri.

Komunikasi Jelas dan Transparan - Jangan biarkan rumor atau ketidakpastian menyebar. Sampaikan apa yang terjadi dan langkah yang akan diambil ke komunitas atau pihak terkait. Kejujuran (dengan batas wajar) bisa bangun kepercayaan.

Prioritaskan Solusi, Bukan Menyalahkan - Fokus pada apa yang bisa diperbaiki sekarang, bukan sibuk cari kambing hitam. Identifikasi langkah konkret, dari yang paling mendesak sampai jangka panjang.

Fleksibel tapi Tegas - Siap sesuaikan rencana kalau situasi berubah, tapi tetap tunjukkan kepastian dalam arah yang diambil. Orang butuh lihat pemimpin yang punya kendali, meski di tengah badai.

Jaga Diri Sendiri - Krisis bisa menguras energi. Pemimpin perlu istirahat dan jaga kesehatan mental agar tetap tajam dalam berpikir. Kepanikan sering muncul dari kelelahan.

Dalam Al-Qur'an dan Hadis, memang terdapat ajaran yang mendorong umat Islam untuk menjaga ketenangan, menghindari kepanikan, dan tidak sembarangan menyalahkan orang lain tanpa dasar yang jelas;

1. Larangan Kepanikan;

Al-Qur'an mengajarkan untuk tetap tenang dan berserah diri kepada Allah dalam menghadapi kesulitan. Misalnya, dalam Surah Al-Baqarah (2:286), Allah berfirman:

_"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya."_

Ayat ini mengingatkan bahwa setiap ujian ada batasnya, sehingga tidak perlu panik berlebihan. Selain itu, dalam Surah Asy-Syarh (94:6), Allah menegaskan:

_"Sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan."_

Ini menunjukkan pentingnya menjaga ketenangan dan optimisme.

2. Menyalahkan Orang Lain ;

Islam melarang menuduh atau menyalahkan orang lain tanpa bukti yang kuat. Dalam Surah Al-Hujurat (49:12), Allah berfirman:

_"Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa..."_

Menyalahkan orang lain tanpa dasar bisa termasuk dalam prasangka buruk (su’udzan), yang dilarang dalam ajaran Islam. Dari Hadis, Rasulullah SAW bersabda:

_"Jauhilah prasangka, karena prasangka adalah perkataan yang paling dusta."_ (HR. Bukhari dan Muslim).

3. Sikap dalam Hadis ;

Rasulullah SAW juga mengajarkan untuk bersabar dan introspeksi diri sebelum menyalahkan orang lain. Dalam sebuah hadis, beliau bersabda:

_"Barang siapa yang senang Allah selamatkan dari kesulitan-kesulitan hari kiamat, maka hendaklah ia memberikan kelapangan kepada orang yang dalam kesulitan atau memaafkannya."_ (HR. Muslim).

Ini menunjukkan sikap bijaksana dan tidak tergesa-gesa menyalahkan.

Jadi, baik dalam Al-Qur'an maupun Hadis, kepanikan yang berlebihan dan menyalahkan orang lain tanpa alasan yang jelas tidak dianjurkan. Sebaliknya, Islam mendorong ketenangan, sabar, dan sikap adil dalam menilai sesuatu.

Wallahualam

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *