Hukuman untuk Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)

Hukuman untuk Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU). Namun, perlu dicatat bahwa beberapa ketentuan dalam UU ini, khususnya Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5, telah dicabut dan digantikan oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP Baru), yang akan berlaku mulai 2 Januari 2026. Sampai saat itu, ketentuan dalam UU TPPU masih berlaku. Berikut adalah rincian hukuman berdasarkan peraturan yang saat ini masih efektif:

Berdasarkan UU No. 8 Tahun 2010 (Masih Berlaku Hingga 2025):

1. Pasal 3.

- Setiap orang yang dengan sengaja menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaan yang diketahui atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana.

- Hukuman Pidana penjara paling lama 20 tahundan denda paling banyak Rp10 miliar.

2. Pasal 4;

- Setiap orang yang menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul, sumber, lokasi, peruntukan, atau kepemilikan harta kekayaan yang diketahui atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana.

- Hukuman Pidana penjara paling lama 20 tahundan denda paling banyak Rp5 miliar.

3. Pasal 5.

- Setiap orang yang menerima, menguasai, atau menggunakan harta kekayaan yang diketahui atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana.

- Hukuman Pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.

Berdasarkan KUHP Baru (UU No. 1 Tahun 2023, Berlaku Mulai 2026):

Dalam Pasal 607 KUHP Baru, hukuman TPPU dibagi menjadi beberapa kategori:

1. TPPU Aktif.

- Melakukan perbuatan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaan hasil tindak pidana.

- Hukuman Pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Kategori VII (Rp5 miliar sesuai Pasal 79 KUHP Baru).

2. TPPU Pasif.

- Menerima atau menguasai harta kekayaan yang diketahui atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana.

- Hukuman Pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Kategori VI (Rp2 miliar).

Kesimpulan:

- Saat ini (hingga akhir 2025), hukuman maksimal TPPU adalah 20 tahun penjara dengan denda hingga Rp10 miliar, tergantung pada pasal yang diterapkan.

- Mulai 2026, hukuman maksimal akan menjadi 15 tahun penjara dengan denda hingga Rp5 miliar berdasarkan KUHP Baru.

Hukuman yang diterapkan dalam kasus nyata akan bergantung pada putusan hakim, bukti yang diajukan, dan apakah TPPU terkait dengan tindak pidana asal tertentu (Yayasan).

Apa yang tertuang diatas adalah pasal pasal yang mengatur hukuman TPPU, putusannya bergantung pada majelis hakim.

Bagaimana dengan "tindak pidana awal" (predicate offense) yang menjadi dasar kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) terdakwa Syaykh Abdussalam Panji Gumilang. Berikut penjelasan berdasarkan informasi hukum terkini.

Tindak Pidana Awal TPPU Panji Gumilang.

Dalam kasus TPPU, tindak pidana awal adalah kejahatan yang menghasilkan harta kekayaan yang kemudian "dicuci" melalui berbagai cara untuk disembunyikan atau disamarkan asal-usulnya. Untuk kasus Abdussalam Panji Gumilang, tindak pidana awal yang menjadi dasar TPPU adalah sebagai berikut.

Penggelapan (Pasal 372 KUHP) .

Deskripsi: Terdakwa Abdussalam Panji Gumilang diduga menggelapkan dana Yayasan Pesantren Indonesia (YPI) Al-Zaytun. Salah satu bukti awal adalah pengajuan pinjaman sebesar Rp73 miliar pada 2019 dari Bank J Trust atas nama yayasan, yang kemudian masuk ke rekening pribadinya dan digunakan untuk kepentingan pribadi, sementara cicilannya dibayar dari dana yayasan. ( secara pribadi saya berpendapat untuk kasus JTrust ini Perlu Didalami).

Bukti: Penyidik Bareskrim Polri menemukan bahwa dana tersebut tidak digunakan sesuai tujuan yayasan, melainkan untuk kepentingan pribadi Aspg, seperti pembelian aset atas nama pribadi atau keluarga.

Ancaman Hukuman: Maksimal 4 tahun penjara.

Pelanggaran UU Yayasan (Pasal 70 jo Pasal 5 UU No. 28 Tahun 2004)

Deskripsi: Aspg diduga melanggar ketentuan pengelolaan yayasan dengan menyalahgunakan wewenang sebagai Ketua Dewan Pembina YPI Al-Zaytun. Ia menggunakan dana yayasan untuk keperluan pribadi, termasuk membeli aset seperti tanah dan properti yang kemudian diatasnamakan dirinya, keluarga, atau pengurus tertentu.

Bukti: Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang TPPU (dimulai 23 Januari 2025) menyebut adanya pengalihan aset yayasan yang tidak sesuai dengan tujuan pendirian YPI, seperti pendidikan dan sosial.

Ancaman Hukuman: Maksimal 5 tahun penjara.

Korupsi Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS)

Deskripsi: Aspg diduga menyalahgunakan dana BOS yang seharusnya digunakan untuk operasional pendidikan di Al-Zaytun. Dana ini dicampur dengan rekening pribadi dan digunakan untuk transaksi yang tidak sah, seperti pembayaran pinjaman pribadi atau penempatan deposito.

Bukti: Laporan Hasil Analisis (LHA) PPATK dan penelusuran polisi menunjukkan aliran dana BOS ke rekening Panji dan keluarganya,

Dasar Hukum: Pasal 2 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dengan ancaman maksimal 20 tahun penjara.

Hubungan dengan TPPU

Tindak Pidana Pencucian Uang (Pasal 3, 4, 5 UU No. 8/2010):

Setelah melakukan tindak pidana awal (penggelapan, pelanggaran UU Yayasan, dan korupsi dana BOS), Aspgi diduga "mencuci" hasilnya melalui pola seperti structuring (memecah transaksi untuk menghindari pelaporan) dan mingling (mencampur dana haram dengan dana halal). Contohnya, dana yayasan dialihkan untuk membeli aset senilai Rp277 miliar yang disita penyidik pada Februari 2024.

Proses Hukum.

Awal Penyelidikan: Dugaan TPPU muncul pada Juli 2023 setelah PPATK melaporkan transaksi mencurigakan ke Bareskrim Polri. Statusnya naik ke penyidikan pada Agustus 2023, dan Panji ditetapkan sebagai tersangka pada November 2023.

Sidang: Sidang perdana TPPU digelar pada 23 Januari 2025 di PN Indramayu, dengan dakwaan berlapis termasuk tindak pidana awal di atas. Hingga Maret 2025, proses masih berlangsung, dan Aspg berstatus tahanan kota.

Kesimpulan

Tindak pidana awal TPPU Syaykh Abdussalam Panji Gumilang adalah penggelapan, pelanggaran UU Yayasan, dan korupsi dana BOS, yang menjadi sumber harta kekayaan yang kemudian dicuci melalui transaksi keuangan. Ketiga kejahatan ini terbukti dari aliran dana yayasan yang disalahgunakan untuk kepentingan pribadi, menjadi dasar dakwaan TPPU dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda Rp10 miliar.