Akte Notaris

Akte notaris memainkan peran penting dalam konteks keputusan dewan pembina yayasan di Indonesia, terutama karena yayasan adalah badan hukum yang keberadaan dan operasinya diatur oleh hukum, sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, yang diubah oleh Undang-Undang No. 28 Tahun 2004. Berikut penjelasan mengenai pentingnya akte notaris terkait keputusan dewan pembina:

1. **Dasar Hukum Pendirian Yayasan**

Yayasan didirikan melalui akte notaris yang memuat anggaran dasar. Akte ini menjadi landasan hukum utama yang mengatur wewenang dewan pembina, termasuk tata cara pengambilan keputusan. Keputusan dewan pembina harus selaras dengan apa yang tercantum dalam anggaran dasar tersebut agar memiliki kekuatan hukum.

2. **Perubahan Anggaran Dasar**

Salah satu wewenang utama dewan pembina adalah menyetujui perubahan anggaran dasar. Menurut Pasal 19 UU Yayasan, setiap perubahan anggaran dasar harus dibuat dalam bentuk akte notaris dan dilaporkan kepada Menteri Hukum dan HAM untuk mendapatkan pengesahan. Tanpa akte notaris, keputusan tersebut tidak sah secara hukum dan tidak dapat diakui oleh negara.

3. **Keabsahan Keputusan Strategis**

Keputusan dewan pembina yang bersifat strategis, seperti penggabungan atau pembubaran yayasan (Pasal 66 dan 68 UU Yayasan), juga memerlukan pengesahan dalam bentuk akte notaris. Akte ini menjadi bukti autentik bahwa keputusan diambil sesuai prosedur dan kuorum yang sah, sehingga memiliki kekuatan hukum yang mengikat.

4. **Bukti Hukum yang Autentik**

Akte notaris adalah dokumen resmi yang dibuat oleh pejabat berwenang (notaris) dan memiliki kekuatan pembuktian sempurna di mata hukum. Jika terjadi sengketa terkait keputusan dewan pembina—misalnya, dugaan penyalahgunaan wewenang atau ketidaksesuaian dengan anggaran dasar—akte notaris menjadi alat bukti utama yang dapat digunakan di pengadilan.

5. **Transparansi dan Akuntabilitas**

Dengan melibatkan notaris, keputusan dewan pembina tercatat secara formal dan dapat diakses oleh pihak berwenang atau pemangku kepentingan lainnya. Ini meningkatkan transparansi dan memastikan bahwa keputusan tidak dilakukan secara sembunyi-sembunyi atau untuk kepentingan pribadi.

6. **Kepastian Hukum bagi Pihak Ketiga**

Pihak ketiga yang bekerja sama dengan yayasan (misalnya, donatur atau mitra) sering kali membutuhkan kepastian bahwa keputusan yayasan memiliki dasar hukum yang kuat. Akte notaris memberikan jaminan bahwa keputusan dewan pembina telah melalui proses yang sah dan sesuai dengan peraturan.

### Contoh Kasus

Misalnya, jika dewan pembina memutuskan untuk mengubah tujuan yayasan dari pendidikan menjadi kemanusiaan, keputusan ini harus dicatat dalam akte notaris sebagai perubahan.

### Pengecualian

Tidak semua keputusan dewan pembina memerlukan akte notaris. Keputusan operasional seperti pengesahan program kerja tahunan atau pengangkatan pengurus biasanya cukup didokumentasikan dalam notulen rapat, selama tidak mengubah anggaran dasar atau memengaruhi status hukum yayasan. Namun, anggaran dasar yayasan tertentu bisa mensyaratkan akte notaris untuk keputusan tertentu, jadi perlu diperiksa lebih lanjut.

### Kesimpulan

Akte notaris penting karena memberikan kepastian hukum, keabsahan, dan kekuatan mengikat pada keputusan dewan pembina, terutama yang bersifat strategis atau mengubah dasar yayasan. Tanpa akte notaris pada kasus-kasus yang diwajibkan, keputusan tersebut rentan digugat atau dianggap tidak sah oleh hukum.

———

Tuduhan pemalsuan tanda tangan anggota dewan pembina yayasan adalah masalah serius yang dapat memiliki implikasi hukum, baik secara perdata maupun pidana, di Indonesia. Dalam konteks ini, kita dapat merujuk pada hukum yang berlaku, seperti Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-Undang No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, untuk memahami dasar hukum dan langkah-langkah yang relevan. Berikut penjelasan terkait tuduhan tersebut:

### Definisi Pemalsuan Tanda Tangan**

Pemalsuan tanda tangan diatur dalam Pasal 263 KUHP, yang menyatakan bahwa barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan kerugian, termasuk tanda tangan, dapat dipidana dengan penjara paling lama 6 tahun. Dalam kasus yayasan, pemalsuan tanda tangan anggota dewan pembina bisa terjadi pada dokumen penting seperti notulen rapat, keputusan strategis, atau akte notaris.

### Laporan Palsu:

Laporan palsu yang dibuat atau disampaikan oleh dewan pembina yayasan merupakan pelanggaran serius yang dapat memiliki konsekuensi hukum, baik secara pidana maupun perdata, di Indonesia. Dalam kerangka hukum yayasan berdasarkan Undang-Undang No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan (diubah dengan UU No. 28 Tahun 2004) dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), berikut penjelasan mengenai isu ini:

### Apa yang Dimaksud dengan Laporan Palsu?**

Laporan palsu adalah laporan yang dibuat oleh salah seorang anggota dewan pembina yang menyatakan tanda tanya dipalsukan, sementara yang sesungguhnya adalah yang bersangkutan benar benar menandatangani.

### Dampak Laporan Palsu**

- **Hukum**: Keputusan atau laporan yang didasarkan pada informasi palsu dapat dibatalkan oleh pengadilan. Pelaku juga berisiko menghadapi tuntutan pidana. Dengan terlebih dahulu dilaporkan balik.

- **Kepercayaan Publik**: Jika terbongkar, hal ini dapat merusak reputasi yayasan di mata donatur, mitra, atau masyarakat.

### Langkah Menghadapi Laporan Palsu**

Jika ada indikasi laporan palsu dari dewan pembina, berikut langkah yang bisa diambil:

- **Verifikasi Internal**: Cek keabsahan laporan dengan meminta bukti pendukung, seperti rekaman rapat, daftar hadir, atau konfirmasi dari anggota pembina lain.

- **Lapor balik ke Polisi**: Jika ada bukti kuat (misalnya, perbandingan tanda tangan atau saksi), laporkan dugaan pemalsuan ke polisi untuk diproses sebagai tindak pidana karena laporan palsu.

### Tanggung Jawab Dewan Pembina**

Dewan pembina bertugas menetapkan kebijakan umum dan mengawasi yayasan, tetapi mereka tidak boleh menyalahgunakan wewenang. Jika ada laporan palsu yang dibuat dengan sengaja oleh anggota dewan pembina. Maka anggota dewan pembina tersebut dapat dimintai pertanggungjawaban secara pribadi, baik melalui mekanisme internal yayasan (misalnya, pemberhentian). Maupun laporan balik ke polisi dan atau gugatan perbuatan melawa hukum.

### LANGKAH YANG AKAN DIAMBIL;

Dewan pembina Yayasan Pesantren Indonesia, dalam menyikapi adanya laporan kepolisian terkait tuduhan pemalsuan tanda tangan salah seorang anggota dewan pembina yang dilakukan oleh anggota dewan pembina yang lain. Maka akan dilakukan:

1. mengundang kedua belah pihak untuk memastikan kebenaran tentang laporan tersebut. Undangan ditandatangani oleh seluruh anggota dewan pembina, kecuali dua orang yang diundang untuk klarifikasi.

2. Undangan tersebut diatas, akan ditembuskan kepada pihak yang berwajib yang menerima laporan, yaitu Polres Jakarta Pusat, Polres Depok, Bareskrim Mabes Polri dan Kapolri.

3. Jika undangan klarifikasi internal tidak mendapatkan hasil positif, termasuk didalamnya ketidak hadiran salah satu pihak. Maka Dewan pembina Akan membuat laporan polisi tersendiri.

4. Jika tidak didapatkan kesimpulan positif , maka dewan pembina akan menonaktifkan yang bersangkutan.