Sebagai manusia Kita tidaklah sempurna, begitu pula dengan status kehidupan kita, sebagai pemimpin atau orang biasa, seperti yang dikatakan oleh banyak orang “Anda tidak tenggelam karena terjatuh ke dalam air; Anda tenggelam walau tetap berada di rumah". Begitu juga dengan cerita Abu Nawas saat dilarang oleh Khalifah Harun Alrasyid untuk berlayar agar tidak tenggelam di laut, kemudian Abu Nawas melarang sang Khalifah untuk tidak tidur, agar tidak mati saat berada di kamar.
Terkadang ketika menghadapi masalah, yang sebenarnya adalah masalah pribadi, tetapi kita tidak bisa memanage konflik dengan baik, karakter kuat yang selama ini dianggap orang banyak, berbalik menjadi lemah dan rentan. Mudah marah. Kita menyerah pada emosi, bahkan mempertontonkan karakter aseli, yang sebenarnya sangat bergantung atau tidak bisa berkiprah tanpa dukungan orang lain atau tidak mandiri. Bahkan melibatkan semua orang untuk ikut serta bersedih terhadap masalah kita, sementara ketika dalam keadaan normal sesuatu yang sebenarnya menjadi urusan banyak orang kita personalifikasi.
Dalam hidup ini, apalagi sebagai pemimpin akan banyak yang menghalangi kita dalam mengejar tujuan kepemimpinan dan atau organisasi yang kita pimpin. Mungkin ada yang menyakiti kita sehingga organisasi menjadi korban .Apapun keadaannya, satu hal yang pasti kita tidak bisa terlepas dari masalah dalam hidup. Namun seperti orang yang tenggelam, kita pasti akan gagal jika kita tidak melakukan sesuatu untuk mengatasi kesulitan kita secara tenang dan meraih semua barang sebagai gantungan penyelematan, atau seperti orang berjalan ditengah gurun yang sedang kehausan, apapun yang kita lihat seakan air yang akan menjadi penawar dahaga, padahal semua itu hanya fatamorgana.
Kita harus ingat bahwa kritik terbesar ada di dalam diri kita sendiri, begitu juga ketakutan terbesar adalah semua yang kita ciptakan sendiri. Saat menghadapi krisis, naluri pertama kita adalah berseru bahwa hidup ini tidak adil dan tidak mungkin keluar dari kekacauan ini. Bahkan saking paniknya terkadang semua hal yang tercipta karena kesembronoan, sebagai kompensasi kita sebarkan kepada komunitas sebagai keberanian, dengan menyalahkan orang lain atau mencurigai ketidak setiaan subordinat dengan ancaman penggantian dan lain sebagainya.
Tentu saja, seseorang tidak dapat disalahkan jika berpikir seperti ini, karena otak manusia telah dikondisikan oleh evolusi selama ribuan tahun untuk mengasosiasikan ketakutan terkecil dengan kejatuhan. Namun, justru cara cara kita menguraikan masalah yang membuat pikiran kita mudah atau sulit menghadapinya.
Daripada menganggap hidup ini tidak adil, sebaiknya kita menganggap masalah yang kita hadapi sebagai ‘tantangan’ yang perlu diatasi. Hanya ketika kita bersikap positive maka kita akan benar-benar mulai menemukan solusi.Lebih penting lagi, kita harus melatih pikiran untuk tidak mengasosiasikan ancaman sekecil apa pun dengan rasa takut yang berlebihan, yang akan sangat terlihat walau dibungkus dengan berbagai prilaku ketegaran bahkan kesombongan.
Kita harus tetap bijaksana dan menyadari bahwa sebagai manusia kita tetap dengan takdir kemanusiaan, yakni tidak selalu benar adakalanya berbuat salah dan kesembronoan. Bagaimanapun permasalahan yang ada tidak menjadikan kita sebagai sosok yang buruk, karena kita masih bisa mencapai tujuan kepemimpinan dan atau hidup dengan baik. Seperti seorang penulis di media atau sosial media, satu komentar negatif pada tulisan kita tidak berarti kita kehilangan kehilangan pembaca.
Jika bangun terlambat hari ini, bukan berarti akan kehilangan pekerjaan, begitu pula jika kita bangun pagi benar, tidak bermakna kesempatan baik ada dihadapan kita, mengapa?. Karena kehidupan ini selalu berjalan atas ketentuan Allah,Mungkin semua ini tampak hanya pembicaraan atau pidato pidato istimewa kita. Kemudian kita terlalu kewalahan dengan masalah yang kita hadapi, atau apa yang telah dilakukan orang lain terhadap diri kita, sehingga tidak menyadari adanya manfaat besar di balik semua ini.
Mari kita belajar dari berbagai peristiwa yang dialami orang dan atau pemimpin besar di masa lalu dalam kehidupannya. Depresi tidak menghentikan Winston Churchill untuk menjadi Perdana Menteri dua kali, tidak selesai sekolah tidak bermakna halangan utama Bill Gates, pendiri Facebook Mark Elliot Zuckerberg, Steve Jobs. Mereka semua berhasil dan menjadi kaya raya.
Ada pula cerita, saat seorang yang berkarakter sombong datang ke Socrates, untuk menguji kehebatannya, dia minta nasehat kebajikan kepada Socrates. Lalu filosof ini menenggelamkan si sombong selama 30 detik sebanyak 3 kali, dan ditanya apa yang kamu inginkan?. Nasehat kebijakanmu. Pada kali ke empat sambil mengendap endap sisombong di tenggelamkan kepalanya selama 30 detik lagi, dan di tanya apa yang kamu inginkan , jawaban si sombong “UDARA”. Kemudian Socrates berkata ““Ketika kebijaksanaan sama seperti udara yang kau inginkan, maka Anda akan mulai menjadi bijaksana”.
Seberapa pentingkah kebijaksanaan- kearifan dalam hidup?.
Kearifan sama pentingnya dalam kehidupan seperti halnya udara bagi orang yang tenggelam!.
Untuk mendapatkan hikmah, kita harus mengejarnya tanpa rasa putus asa karena banyak rintangan yang menghalangi kita untuk benar-benar menemukan hikmah di tengah berbagai masalah dalam kehidupan.
Kearifan adalah :
- Kemampuan untuk melihat dengan jelas dan memilih dengan tepat tindakan terbaik
- Penerapan pengetahuan dan pengalaman yang dievaluasi dalam kehidupan sehari-hari, sehingga permasalahan tidak datang dan datang lagi
- Selalu menunjung tinggi Nahniah, karena menyadari bahwa tanpa dukungan orang banyak, sesorang bukanlah siapa siapa atau apa apa.
Kebodohan adalah.
- Egoisme atau ananiah
- Keengganan untuk mendengarkan nasihat orang lain
- Ketidakmampuan untuk belajar dari pengalaman (pengalaman sendiri atau orang lain)
- Rasa tidak hormat
- kurangnya keterlibatan dan tindak lanjut dalam hubungan atau silatureheem
- Menyerah ketika keadaan menjadi sulit, sambil menyembunyikannya dengan berbagai dalih
- Selalu merasa benar, pintar, hebat sendiri dan mengabaikan partisipasi team work.
Menjadi arif dan bijaksana dalam menghadapi masalah.
Menjadi arif dan bijaksana adalah sesuatu yang sering kita pikirkan, terutama ketika kita mencoba mencari tahu tindakan terbaik apa yang harus kita lakukan saat terjebak dalam masalah.
Tantangan yang kita hadapi ialah melihat dengan jelas dan memilih dengan cermat tindakan terbaik. Hal ini melibatkan kebersamaan, yang berarti orang yang tepat untuk diajak bekerja sama dengan membedakan mana yang kita perlukan untuk perundingan, untuk pendampingan, untuk konsultasi, dan semua itu dilakukan dengan konsistensi dan kesabaran, agar kita terlepas dari permasalahan.
Akan mudah bagi kita untuk menjadi lumpuh dan terus berjalan ditempat tanpa kepastian atau HENTAK HENTAK BUMI, karena ketidak sabaran dan keraguan, sambil terus mengejar fatamorgana.
Sebaliknya, kearifan saat menghadapi tantangan yang tentu tidak mudah, akan lebih bermakna dalam menyelesaikan permasalahan.
Apa yang harus kita lakukan agar menjadi arif ?
- Selalu banyak membaca untuk diri
- Selalu mendengarkan pendapat orang lain
- Selalu belajar dari orang arif disekitar dan yang mendahuli kita
- Selalu membangun jaringan dengan banyak orang
– dengan telinga dan mata terbuka terhadap peluang yang muncul- Selalu berdoa memohon arahan dan bantuan untuk memecahkan masalah
- Saya berkomitmen dan menyelesaikan masalah dengan cara yang produktif
- Selalu merenungkan bagaimana kita berhasil melewati transisi sulit sebelumnya.
- Selalu mengingatkan diri sendiri tentang kebiasaan
kebiasaan yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan secara efektif, dan jauh dari maipulative .
Apa yang terurai diatas, sangat jelas bagaimana kita harus memilih tindakan terbaik dalam menyelesaikan masalah. Bagi saya itu adalah kearifan.
Mengapa repot-repot mengerucutkan kearifan?
Karena dengan itu datanglah kedamaian batin, kehidupan yang memiliki tujuan, dan hubungan dengan team work dan atau komunitas menjadi terjaga.
Orang bodoh mempunyai kekacauan batin, kehidupan yang tidak memiliki tujuan, dan silaturaheem yang berantakan, betapapun kita membungkusnya dengan berbagai dalih kepintaran dan kecerdasan.
Apa yang harus kita lakukan untuk menerapkan kearifan?.
Singkatnya, orang yang tenggelam dan telah dianggap telah melakukan 'kejahatan' atau tindakan yang tidak sesuai dengan aturan dan perundangan. Namun, kita masih tetap dalam posisi menyadari bahwa tidak seorangpun yang kebal dari hukum,dan tetap dalam kondisi keyakinan adanya praduga tidak bersalah.
Kemudian. Kita lakukan upaya terbaik, tanpa mengklaim bahwa semua tuduhan kepada diri kita adalah sebuah kesalahan, fitnah, politisasi, kriminalisasi, tanpa melihat dari dalam diri kita sendiri, dan bertanya mengapa hal ini selalu terjadi. Sementara setiap kejadian yang kita alami akan berdampak pada banyak orang disekeliling kita.
Yang terakhir, kita harus mengungkapkan penyesalan dengan jujur kepada sang Khalik atas apa yang terjadi, yang mungkin karena berbagai sikap kita sendiri, tanpa menonjolkan kehebatan diri dan terus menyalahkan orang lain, baik secara individual ataupun kelompok. Apalagi dengan menyatakan balas dendam saat terlepas dari permasalahan.
Sebagai penutup , kita tentu yakin bahwa semua permasalahan akan bisa terlesaikan, cepat atau lambat. Tetapi mari kita berusaha agar permasalahan yang menimpa saat ini menjadi yang terakhir, bagi diri kita dan semua pihak yang ada di sekeliling kita. Sebaliknya, mari kita semua memulai fokus pada perjalanan kedepan dengan arif, sehingga lebih mudah menjalaninya.
Last but note least. Mengapa kita jatuh..? Tentu jawabannya adalah Agar kita bisa belajar bangkit kembali - REMONTADA.'- kata Batman Begins
