HUBUNGAN ANTARA KEBERSAMAAN DENGAN UANG, DAN UANG DENGAN KEBERSAMAAN.

Oleh :Datuk MYR Agung Sidayu, Pembina Yayasan Pesantren Indonesia.
Hubungan seorang pemimpin dan atau beberapa pimpinan dengan anggota komunitasnya, mungkin menjadi landasan kebahagiaan hidup sang pimpinan dan mereka yang dipimpinnya. Tetapi mungkin kita akan terkejut bagaimana memahami hubungan timbal balik tersebut, jika hubungan timbal balik tersebut diselubungi oleh aliran dana. Kenyataan ini tidak bisa dipungkiri, tetapi sesungguhnya kita bisa belajar lagi untuk mamanage aliran dana dengan lebih baik, untuk meningkatkan ikatan antara pemimpin dan yang dipimpinnya.

Dalam perjalanan hubungan antara pemimpin dan yang di pimpinnya, mungkin diliputi oleh perkembangan yang tidak sehat dalam hal dana, bisa jadi hal ini pemimpin memiliki latar belakang yang berbeda, memiliki suka dan tidak suka yang berbeda dan berpikir secara berbeda. Terkadang berat untuk dibicarakan dan bahkan lebih berat lagi untuk mengakui kepada orang lain bahwa semua itu bukanlah yang terbaik dan untuk itu perlu ada perbaikan agar organisasi menjadi lebih baik.

Strateginya sederhana saja, Pemimpin harus rela memberikan wewenangnya kepada team work organisasi, karena dalam hidup berorganisasi ketartilan managerial perlu di lakukan, sehingga tidak menimbulkan fitnah yang berakhir dengan urusan hukum yang melelahkan. Agar ini berhasil, pemimpin perlu membuatnya aman untuk berkomunikasi secara objektif, dialog terbuka , transparan, tentang semua uang yang masuk dan uang yang keluar, tidak seperti selama ini, managemen keuangan hanya di lakukan dengan cara “mandor gaplok”.

Dengan bersikap transparan satu sama lain, akan mengajarkan kita semua, pimpinan dan yang dipimpin untuk bekerja sebagai sebuah team work, kapan harus mengatakan tidak dan kapan ya, jika ada kesadaran untuk memperbaiki kinerja managerial, maka tidak ada urusan hukum lagi kedepan, karena masing masing bisa menghargai dirinya sendiri sendiri.

Apakah kita bisa ?. Tentu sangat bisa, karena dalam perjalanan kebersamaan, kita pernah mengalami masa ke emasan, ketika implementasi managerial terlaksana secara sehat. Kebersamaan yang telah membuat kita begitu hebat, dan hasil dari kebersamaan dan implementasi managerial yang sederhana tetapi sehat, menghasilkan Kawah Candradimuka yang konon terbesar di Asia Tenggara.

Kita memiliki kesempatan untuk mengakui adanya kealpaan managerial dan kemudian tampil lagi menjadi lebih baik ‘ REMONTADA’. Namun yang ada ternyata dalam kondisi yang tidak tepat seperti sekarang ini. Kita masih belum menyadari adanya kealpaan managerial, sambil bertubi tubi menyalahkan orang lain [sebagai sumber masalah, penipu, bajingan, dan lain lain, sementara itu dilakukan karena frustasi] dan mengabaikan bahwa fakta hukum membuktikan adanya kealpaan tersebut, dengan di sitanya semua dana kebersamaan, dan itu dari administrasi bukan atas nama Organisasi tetapi atas nama pribadi. Apakah semua ini tidak berakibat terhadap hubungan yang terurai diatas. Kenyataan membuktikan adanya akibat berat dari persoalan hukum ini.

Jika kita berfikir jujur dan sehat, tidak manipulative, maka perjalanan perjuangan ditentukan tetapi tidak semata mata oleh uang. Pelayanan pembelajaran, pendidikan untuk komunitas, kegiatan kegiatan untuk keberhasilan program PBB, semua membutuhkan uang, tetapi setidaknya kita mampu mamanage subsidi silang. Kenyataannya ‘ kawah candra dimuka’ dari waktu ke waktu selalu menjadi cost center, sementara yang selalu di lantunkan adalah keberhasilan usaha, pertanian, perkebunan, dan lain lain, termasuk ‘ kandang ayam’ , yang ujung ujungnya semua bergantung ke budi baik komunitas, [Ada cerita abu nawasnya]. perjuangan terbesar kita setelah semua ini, adalah menemukan keseimbangan hubungan antara pemimpin dan komunitas, dengan rencana managerial yang harus dilakukan dengan ikhlas.

Mengapa saya berfikir seperti ini?. Karena sesungguhnya kebersamaan ini telah berjalan cukup lama, dilandasi oleh kepercaan komunitas dan kepemimpinan effektif, dan dari kebersamaan tersebut organisasi kita mempunyai asset yang cukup handal, baik tangible maupun intangible. Dan hasilnya setidaknya dari hasil appraisal adalah asset yang bernilai 20-30 trilyun rupiah. Dan yang lebih dari itu asset kepercayaan komunitas. Maknanya kita harus bisa menetapkan skala perioritas, sebab jika tidak, maka kita akan terjebak oleh pepatah ‘ lebih besar pasak daripada tiang ‘.

Kedepan program utama kita adalah meningkatkan pelayanan pendidikan dan segala aspektanya, dengan mempromosikan bebas biaya belajar [tuition fee] dan bantuan 50% biaya tinggal dan konsumsi. Dari mana sumber dananya?. Tentu dari penghasilan yang tergenerate oleh asset yang ada. Dan dari penghasilan unit unit usaha organisasi. Misalnya usaha peternakan ayam. Jangan ujung ujungnya menjadi beban komunitas, karena usaha ini sesungguhnya dari kantong kiri ke kantong kanan saja. Dan banyak lagi, yang selama ini diumumkan hebat tetapi ujung ujungnya la yusuf wa la min komishuhu.

Apakah semua ini tidak kita sadari. Jawabannya sangat sadar. Apa itu kesadaran bahwa yang dilakukan adalah nothing to lose, karena ketergantungan kita pada pasokan dana komunitas.[shodaqoh, infak, dan di rencanakan Tabarruk - hati-2 jangan kesandung dikubangan yang sama], Kesembronoan managerial inilah yang terjadi selama ini, dan penyebabnya adalah uang. [Alhakumut takasur hatta zurtumul maqobir], apapun lembaga yang akan kita gunakan sebagai akses, semua harus mentaati undang undang, apalagi untuk memudahkan partisipasi aktif komunitas dengan segala bentuk nama TABARRUK, yang ujungnya sama funraising atau PUB.

Hari ini saya renungkan betapa benarnya Firman Allah, walau terkadang kita lupa bahkan terlupakan dalam membacanya saat menjadi imam atau sendiri dalam sholat, karena ketidak sadaran betapa pentingnya kebersamaan;

اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الَّذِيْنَ يُقَاتِلُوْنَ فِيْ سَبِيْلِهٖ صَفًّا كَاَنَّهُمْ بُنْيَانٌ مَّرْصُوْصٌ

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *