Latar belakang.
Saya sering mendapat pertanyaan berkaitan dengan kasus hukum Syaykh Alzaytun, khususnya yang terkait dengan TPPU. Tentu saja saya tidak bisa menjawab dengan definitive, karena di Indonesia ada kaidah praduga tidak bersalah, sampai putusan hakim telah berkekuatan hukum pasti atau Inkracht. Karena terlalu banyaknya pertanyaan, bahkan setelah praperadilan di tolak oleh Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, maka saya kembali membaca surat penggilan ke 1 untuk Syaykh Alzaytun, tertanggal 6 Nopember 2023, dengan berbagai pertimbangan, diantaranya surat ketetapan tersangka nomor S.Tap/lll/XI/RES.1.1/2023, tanggal 6 Nopember 2023.
Penolakan permohonan Praperadilan yang diajukan Syaykh Alzaytun, sesungguhnya sudah saya duga sejak saya tahu permohonan itu di ajukan, bukan dari Syaykh Alzaytun yang menerima laporan saya sehari sebelum adanya siaran pers PN Jakarta Selatan, karena beliau tidak memberi tahu dengan jelas kepada saya. Mengapa saya menduga jauh sebelum sidang dilakukan?. Karena praperadilan hanyalah berhubung kait dengan hukum acara, dan pihak Kepolisian telah memenuhi ketentuan hukum acara dalam menentukan Syaykh Alzaytun sebagai tersangka. Itu sebabnya ketika salah satu pengurus Yayasan Pesantren Indonesia mengatakan bahwa permohonan Syaykh Alzaytun 1000 % diterima. Saya hanya merespon “ SEMOGA “. Sambil memberi tahu yang bersangkutan sebaliknya “ DITOLAK”.
Tetapi ditolaknya permohonan praperadilan bukanlah akhir dari segalanya, karena masih ada kesempatan lain, yang bisa dilakukan termasuk didalamnya mengajukan permohonan praperadilan lagi, dengan perobahan materi permohonan, dan diajukan oleh Yayasan Pesantren Indonesia. Mengapa Yayasan?. Karena ketersangkaan terhadap Syaykh Alzaytun berkaitan dengan Yayasan Pesantren Indonesia, baik secara langsung maupun dilibatkan . Bahkan bukan hanya untuk praperadilan, tetapi juga pada saat pemeriksaan di Pengadilan. Kesaksian Pengurus Yayasan menjadi kunci penting bagi Majelis Hakim untuk memutus Syaykh Alzaytun [ terdakwa ] bersalah atau tidak bersalah.
Pertanyaanya adalah siapakah yang bisa mewakili Yayasan Pesantren Indonesia di Pengadilan?. Tentu Organ Pengurus Yayasan yang diwakili oleh Ketua Yayasan. Namun sesuai dengan Undang Undang Yayasan, maka ke absyahan kepengurusan harus terpenuhi, sebab jika tidak, maka kesaksian Ketua Yayasan bisa saja ditolak dan berakibat fatal bagi Syaykh Alzaytun. Hal ini pula yang harus disadari bahwa Alzaytun secara hukum adalah milik Yayasan dan oleh sebab itu layaknya di kelola sesuai dengan managemen pengelolaan yayasan yang diatur oleh undang undang. Bukan didominasi oleh orang perorang selama ini , dan kasus hukum Syaykh Alzaytun sebagai Ketua Dewan Pembina seharus tidak perlu terjadi.
Siapakah yang berhak memutuskan pembaharuan organ Pengurus dan Pengawas Yayasan, sesuai dengan undang-2 Yayasan yang berhak adalah dewan pembina Yayasan, itupun harus melalui tata cara yang sudah diatur, diantaranya harus melalui rapat dan harus dihadiri 2/3 anggota pembina dengan suara mayoritas dari yang menghadiri rapat. Artinya pergantian pengurus Yayasan tidak dilakukan oleh satu orang saja.
Pasal berlapis yang dituduhkan
Syaykh Alzaytun di duga melakukan tindakan pidana pencucian uang dengan tindak pidana asal tindak pidana yayasan dan atau penggelapan , sebagaimana dimaksud dalam pasal 70 jo pasal 5 undang undang nomor 28 tahun 2004 tentang perubahan atas undang undang nomor 16 tahun 2001 tentang yayasan dan atau pasal 372 KUHP jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP jo pasal 56 KUHP jo pasal 64 KUHP dan pasal 3 dan atau pasal 4 dan atau pasal 5 jo pasal 10 undang undang nomor 8 tahun 2010 tentang penegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang.
Apa bunyi pasal pasal tersebut diatas yang mendasari dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh Syaykh Alzaytun:
Pasal 70 ayat 1: "Setiap anggota organ Yayasan yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.".
Pasal 5 ayat (1) UU 28/2004 menyebutkan, “Kekayaan Yayasan baik berupa uang, barang, maupun kekayaan lain yang diperoleh Yayasan berdasarkan undang-undang ini, dilarang dialihkan atau dibagikan secara langsung atau tidak langsung, baik dalam bentuk gaji, upah, maupun honorarium, atau bentuk lain yang dapat dinilai dengan uang kepada Pembina, Pengurus dan Pengawas.
Pasal 372 KUHP ; Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama 4 tahun atau pidana denda paling banyak Rp900 ribu.
Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP; Dipidana sebagai pelaku tindak pidana,mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan;
Pasal 56 KUHP; Dipidana sebagai pembantu kejahatan:
1. mereka yang sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan dilakukan ;
2. mereka yang sengaja memberi kesempatan, sarana atau keterangan untuk melakukan kejahatan.
Pasal 64 KUHP;
- Jika antara beberapa perbuatan, meskipun masing-masing merupakan kejahatan atau pelanggaran, ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut, maka hanya diterapkan satu aturan pidana; jika berbeda-beda, yang diterapkan yang memuat ancaman pidana pokok yang paling
- Demikian pula hanya dikenakan satu aturan pidana, jika orang dinyatakan bersalah melakukan pemalsuan atau perusakan mata uang, dan menggunakan barang yang dipalsu atau yang dirusak.
UU N0.8 TAHUN 2010;
Pasal 3 ;
Setiap Orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan dipidana karena tindak pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
Pasal 4;
Setiap Orang yang menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana karena tindak pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Pasal 5 ;
Setiap Orang yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi Pihak Pelapor yang melaksanakan kewajiban pelaporan sebagaimana diatur dalam Undang- Undang ini.
Fokus penyelidikan dan Penyidikan
Apa saja yang menjadi fokus penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan oleh penyidik terkait dengan berbagai pasal dan Undang Undang tersebut diatas;
1. Pinjaman di J Trust atas nama pribadi Syaykh Alzaytun, yang kolateralnya adalah beberapa Sertifikat Hak Atas tanah atas nama beberapa orang, yang sesungguhnya milik Yayasan Pesantren Indonesia.
2. Banyaknya rekening atas nama pribadi Syaykh Alzaytun di Bank Mandiri dan Bank BNI yang nilainya beratus milyar, yang berakhir dengan penyitaan oleh pihak kepolisian, dengan jumlah 277 milyar rupiah dialihkan ke rekening RPL.
3. Penyelidikan terhadap tanah tanah hak milik Syaykh Alzaytun dan anak cucunya, yang berakhir dengan penyitaan oleh pihak kepolisian.
Apa yang dilakukan oleh pihak kepolisian tersebut diatas, adalah fakta hukum yang ditemukan dan untuk itu Syaykh Alzaytun di tersangkakan, selain itu terdapat juga saksi saksi yang diperiksa, diantara yang memberatkan mungkin kesaksian Imam Supriyanto, yang kini mendekam di penjara selama 4 tahun atas putusan Hakim PN Sumedang, karena menjual tanah milik yayasan Pesantren Indonesia.
Berdasarkan Pasal 1 angka 14 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, pada tahapan ini sesorang ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan bukti permulaan yang didapat dari hasil penyelidikan yang dilakukan oleh kepolisian tersebut diatas. Berdasarkan bukti permulaan ini kemudian Syaykh Alzaytun menurut pihak kepolisian patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.Dan berdasar ini pulalah permohonan praperadilan Syaykh Alzaytun ditolak.
Benarkah tuduhan terhadap Syaykh Alzaytun?.
Jika sudah menjadi kasus hukum seperti ini, maka pihak kepolisian berhak untuk melanjutkan hasil penyedikannya ke Kejaksaan untuk mendapatkan persetujuan berupa ketetapan P21 dari kejaksaan, kemudian perkara diserahkan pada tahap dua proses ke Kejaksaan untuk tujuan dakwan terhadap Syaykh Alzaytun. Apakah semua itu harga mati?. Tentu sangat bergantung pada managemen penyelesaian perkara, untuk itu sejak awal saya anjurkan agar tidak bersifat kofrontatif, karena hasilanya sangat merugikan Syaykh Alzaytun.
Perkembangan yang terakhir setelah P19, dan ditolaknya praperadilan adalah pemeriksaan kembali saksi saksi, yakni Saksi Abdul Halim, Saksi Iskandar Syaifullah, saksi pengelola managemen tanah Yayasan, dan mungkin saja ketua Yayasan. Panggilan sudah dilayangkan untuk kedua kalinya, namun tidak ada satupun yang datang menghadiri panggilan, karena adanya larangan. Tidak menjawab pertanyaan adalah hak saksi, tetapi pihak kepolisian tentu punya wewenang untuk memanggil paksa, jika para saksi tidak datang, sebagai yang diatur dalam hukum acara.
Mengacu pada KUHP Pasal 224 ayat (1), menolak maupun mangkir dari panggilan polisi sebagai saksi dapat digolongkan sebagai tindak pidana. Ancaman pidananya di antaranya; 1. Pidana penjara dengan waktu maksimal sembilan bulan untuk perkara pidana. 2. Pidana penjara dengan waktu maksimal enam bulan untuk perkara lain.
Untuk itu saya anjurkan setiap saat untuk nama nama yang dipanggil tersebut agar datang memenuhi panggilan atau menghadapi konsekwensi hukum, menjadi tersangka tersebut diatas, yang bisa dikembangkan menjadi tersangka mengikuti pasal 55,56 dan 64 yang dikenakan untuk Syaykh Alzaytun. Dan semua ini akan berdampak kontra produktif untuk Syaykh Alzaytun.
Catatan tentang Pinjaman di J Trust :
1. Seperti yang saya catat terdahulu, pinjaman tersebut adalah rescheduling pinjaman lama di Mutiara, yang sebelumnya di Century dan sebelumnya di CIC Bank. Dalam perbankan transaksi ini disebut sebagai Novasi.
2. Karena rescheduling, maka tidak ada dana segar yang dikucurkan oleh J Trust kepada debiturnya, Syaykh Alzaytun [Abdussalam Panji Gumilang].Maknanya tidak ada penggunaan dana untuk kepentingan pribadi, seperti yang kita baca.
3. Kolateral disebutkan sebagai tanah dan bangunan [SHM] milik Yayasan. sebenarnya kolateral tersebut diminta oleh J Trust diberikan oleh pengurus Yayasan, terdiri dari beberapa SHM atas nama beberapa exponen Alzaytun.
Kesimpangsiuran dalam dugaan tindak pidana terkait J Trust.
- tidak ada dana segar cair dari novasi pinjaman
- Kolateral novasi pinjaman dianggap milik yayasan, sementara tanah tanah lain yang di sita terkait dengan kasus Syaykh Alzaytun tidak diakui sebagai tanah yayasan dan di sita.
- J Trust kemungkinan tidak menjelaskan secara rinci duduk persoalannya kepada penyidik, karena tidak di munculkan pinjaman yang digunakan oleh Robert Tantular, dimana kolateralnya sudah di lelang.
- J Trust sama sekali tidak menyampaikan hasil lelang kolateral, hanya menghapus buku pinjaman.
Pembelajaran kasus J Trust.
- di haruskannya penterapan keterbukaan atau transparansi dalam managemen Yayasan, sehingga jika terjadi sesuatu semua exponen organ yayasan memahaminya, sehingga tidak ada satu pihakpun yang bisa menduga telah terjadi penyelewengan.
- Ketika sudah menjadi kasus hukum seperti ini, dan di era informasi ini, semua akan menjadi konsumsi publik, sehingga mengakibatkan kesalah fahaman internal dan external [masyarakat] terhadap Yayasan dan atau Syaykh Alzaytun.
Penyitaan dana milik Yayasan.
Seperti yang diuraikan diatas, dalam proses penyelidikan dan penyidikan. Pihak kepolisian telah melakukan penyitaan dana milik yayasan sebesar Rp. 277 milyar, jumlah yang tidak sedikit untuk sebuah Yayasan yang bertanggung jawab untuk membiayai pelaksanaan pendidikan formal dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi, serta membiayai program program yang berkaitan dengan agenda 2030 yang selama ini sudah dilakukan. Karenanya Yayasan merasakan akibatnya, sesuatu yang harus dipertimbangkan demi kelancaran program pendidikan, hak asasi manusia paling mendasar.
Namun semua itu telah terjadi, bagi pihak kepolisian penyitaan tersebut telah dilakukan sesuai dengan ketentuan. Terlebih lagi dana dana tersebut di sita dari rekening rekening atas nama Syaykh Alzaytun, dan itu adalah fakta hukum yang tidak bisa dipungkiri. Sementara pihak Yayasan pun sangatlah wajar jika menyatakan bahwa sesungguhnya dana tersebut adalah milik Yayasan untuk kepentingan diatas.
Jika kedua belah bersikukuh pada fakta hukum dan kenyataan yang sebenarnya, maka persoalan akan diarahkan pada pasal pasal yang dituduhkan, yakni pelanggaran undang undang yayasan dan kemungkinan penggelapan, karena klaim pihak Yayasan tidak disertai bukti kuat, sesuatu yang dikemukakan oleh pihak kepolisian di sidang praperadilan dan hasilnya di tolak.
Penyitaan tanah milik Syaykh Alzaytun dan keluarga.
Saksi Adang Ridho saat di periksa tidak bisa menguraikan dengan definitif mana tanah milik yayasan dan mana tanah milik pribadi Syaykh Alzaytun. Apalagi ada penjelasan bahwa tanah milik yayasan adalah tanah tanah yang sudah di nilai oleh lembaga penilai, dan hasilnya sangat jelas, sementara tanah tanah yang disita atas nama Syaykh Alzaytun dan keluarga berada diluar daftar tanah milik yayasan yang sudah di appraisal. Oleh sebab itu berdasar fakta hukum, maka tanah tanah tersebut adalah milik pribadi bukan milik yayasan.
Seperti halnya dengan dana dana milik Alzaytun tersebut diatas, maka akan ada perbedaan persepsi antara kepolisian dan yayasan, dan itu semua hanya bisa di adu dihadapan hakim, baik untuk praperadilan ataupun di hadapan majelis hakim Pengadilan. Dan hasil pengamatan saya diatas, maka saya berpendapat posisi Syaykh Alzaytun sangat lemah, kecuali pihak yayasan melakukan sesuatu yang tujuannya adalah menyelamatkan Syaykh Alzaytun, yang kasusnya menjadi benang kusut, antara kasus pribadi dan yayasan.
Kemudian siapa dan atao organ apa yang bisa melakukan hal tersebut diatas, jawabannya adalah Organ pembina, yang jumlahnya 9 Orang, yang harus rapat dengan tingkat kehadiran 2/3, dan hasil rapatnya berasal dari suara mayoritas.
Solusi managerial.
Walau kasus yang menimpa Syaykh Alzaytun tersebut diatas sesungguhnya adalah kasus pribadi, tetapi sejak awal Yayasan sudah dilibatkan, dan banyak pengurus Yayasan yang dipanggi dan diperiksa sebagai saksi, maka kasus ini suka atau tidak suka menjadi kasus yang harus ditangani juga oleh Yayasan. Sebab hanya Yayasanlah yang menjadi kunci kasus yang konon di anggap politisasi atau kriminalisasi, tetap[i ditangan kepoliisian sudah segebok bukti yang harus di antisipasi dengan suara bulat anggota dewan pembina.
Apa yang harus dilakukan?.
- Organ Yayasan terutama Dewan Pembina, harus melakukan rapat untuk mengevaluasi perkara Syaykh Alzaytun dan posisi Yayasan didalamnya.
- Anggota pembina tidak boleh mempertahakan dominasi orang orang perorang dalam organisasi / Yayasan, apalagi di jadikan dasar untuk memutuskan sesuatu guna kebaikan yayasan.
- Organ yayasan harus tunduk pada Undang Undang Yayasan, terkait dengan penyegaran organ pengurus dan pengawas agar produk putusannya mempunyai kekuatan hukum,
Myr Agung Sidayu
Anggota Dewan Pembina
YPI Alzaytun