Tadi malam datang berkunjung ke rumah saya, beberapa kawan dari UIN, AlAzhar, perusahaan Karoseri dan guru Bahasa Perancis dan beberapa anak muda, saya senang atas kedatangan mereka para akademisi. Kami berbincang banyak tentang hal hal ringan, sampai pada Perbincangan tentang Alzaytun, Ada beberapa pertanyaan ringan sebenarnya seperti halnya pertanyaan yang lain, diantaranya mengapa banyak yang tidak suka, bahkan dihitungnya 80℅ banding 20% antara yang tidak senang dengan yang senang. Dan seperti biasa pertanyaan demi pertanyaan berakhir dengan pertanyaan apakah Ada keterlibatan Alzaytun dan pimpinanannya dengan NII.
Saya menjawab dengan Santai, bahwa bagaimanapun besarnya Alzaytun adalah sebuah pesantren seperti pesantren yang lain, apa yang diajarkan sama dengan pesantren yang lain, yang membedakan adalah:
Alzaytun tidak dipimpin oleh Kyahi tetapi pemangkunya menggunakan sebutan Syaykh Alzaytun, yang membawahi beberapa Kepala Madrasah dan Rektor Institut. Jika banyak pesantren didirikan di perkampungan Tanpa master plan khusus seperti yang di tulis Dr. Zamahsari Dhofir, Alzaytun di didirikan di atas lahan yang Jauh dari perkampungan dengan master plan yang tertata, begitu Luasnya lahan dan besarnya serta banyaknya gedung gedung yang Ada. Alzaytun pada saat berdirinya telah mengagetkan ummat Islam Indonesia. Bahkan masyarakat International terutama America yang pada tahun 90 an tengah gencar mengexpos semangat kebencian terhadap Islam, yang dikenal dengan ISLAMOPHOBIA yang diakui atau tidak merambah Indonesia dengan tak kalah gencarnya.
Alzaytun sebagai yang sering saya katakan lahir diwaktu yang kurang tepat atau timely incorrect, yakni ditengah gencarnya kampanye Islamophobia yang sangat mempengerahui ummat Islam terutama tokoh tokohnya, bahkan kalangan pesantren. Tulisan jurnalis dalam dan luar negeri yang positive maupun negative mempengaruhi opini Masyarakat dalam atau pun luar negeri, Dan berakhir dengan prosentase yang disebutkan kawan kawan diatas.Inilah yang melatar belakangi kecemburuan terhadap Alzaytun yang selalu muncul ditengah kemunculan permasalahan yang berkaitan dengan Alzaytun dan pimpinannya. Seperti permasalahan hukum kali ini yang menimpa Syaykh Alzaytun. Prosentase tersebut diatas muncul dikarenakan maraknya kepemilikan account social media di Indonesia, Dan saya sampaikan kepada kawan kawan jika Ada polling tentang Alzaytun, maka hasilnya Akan lebih baik dari penilaian, bisa saja 90% senang, 5% kurang senang dan 5% lagi tidak menjawab.
Yang membedakan Alzaytun dengan Pesantren lain, bukan saja sebutan pamangku yang berbeda, tetapi berbeda pula proses pendiriannya, jika pesantren lain di dibikin dan dimiliki oleh Kyahi dan keluarganya, maka Alzaytun adalah mahakarya yang didirikan oleh komunitas dengan kepemimpinan effective Syaykh Alzaytun. Jika Pesantren lain gelar kekyahian diwariskan kepada anak bahkan menantunya, di Alzaytun kepemimpinan tidak serta merta di wariskan karena secara legal pemilik Alzaytun adalah Yayasan Pesantren Indonesia Alzaytun. Sahabat yang bertemu terus menempali dengan pertanyaan, bagaimana rencana regenerasi kepemimpinan, saya jawab bergantung pada Aturan yang tertuang dalam Undang Undang Yayasan. Dengan system yang merujuk pada Undang undang maka tidak akan ada kesenjangan kepemimpinan.
Obrolan ringan melangkah ke topik yang agak berat, terkait dengan permasalahan hukum yang menimpa Syaykh Alzaytun, yang tentu saja informasi yang mereka terima bedasar pada media yang selama ini cooling down kini kembali mencuat. Pertanyaan mereka adakah, apakah mempengaruhi kinerja managerial?. Saya jawab bahwa persoalan hukum yang menimpa Syaykh adalah persoalan pribadi yang tidak ada sangkut pautnya dengan Alzaytun dan atau Yayasan Pesantren Indonesia Alzaytun. Walau tidak berdampak berat terhadap kinerja managerial di Pesantren, tetapi ada rasa kehilangan yang sangat bagi stakeholders Alzaytun karena absennya Syaykh Alzaytun, yang selama ini menjadi nakhoda tunggal bahtera Alzaytun. Jika persoalan hukum yang serius ini di urus dengan tartil dan tidak konfrontative maka rasa kehilangan tersebut tidak berlangsung lama. Begitu pula sebaiknya, karena , walau permasalahan tsb adalah kasus individual namun dalam perjalanannya Yayasan langsung maupun tidak langsung terlibatkan.
Akan halnya alegasi keterlibatan Alzaytun dan pimpinanannya dengan NII, saya hanya menjawab dengan jawaban ringan saja. Yakni dengan satu pertanyaan, apakah salah jika kita mengidolakan tokoh tokoh sejarah perjuangan kemerdekaan di Indonesia?. NII pernah ada di Indonesia dari tahun 1949 - 1962, adalah hal yang tidak bisa di pungkiri, kemudian di proklamasikannya NII pun berlatar belakang nasionalisme yang kuat.Jika pimpinannya adalah Sekarmaji Marijan kartosuwirjo itupun berlatar belakang politik yang jelas dan mendapatkan dukungan politisi Masyumi, tetapi apapun yang terjadi NII secara dejure dan defacto sudah selesai dan jadi sejarah bagi generasi muda Indonesia. Jika memang pimpinanan Alzaytun mengagumi Sekarmaji Marijan kartosuwirjo, itu adalah sebatas kekaguman sejarah. Dan bagi siapa saja yang mengagumi NII dan pimpinanannya, maka konsekuensi terkininya adalah mengikuti wasiatnya " untuk kembali ke masyarakat, menaati Pancasila dan Undang Undang dasar 1945" (bukan qonun asasi).
Salah seorang dari tamu saya diatas, bertanya tentang berita berita yang kembali viral, dan mengapa menggunakan Alvin Lim. Saya jawab Dont ask me why. Karena kuasa itu tindakan hukum sepihak, mungkin Syaykh sebagai tersangka merasa nyaman di bela oleh pengacara barunya, itu hak Shaykh sepenuhnya. Kalau sudah cocok maka ditolakpun praperadilan yang diajukannya enjoy saja. Beda Kalau tidak cocok apapun yang dilakukan menjadi tidak ada gunanya. Namun sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Syaykh dan Yayasan Pesantren Indonesia Alzaytun, saya selalu mengingatkan agar pengurusan kasus ini dilakukan tanpa konfrontative. Agar selesai dengan baik, dan Alzaytun tidak terkena dampak lebih dalam. Jika saat ini 277 miliar sudah di sita, jangan ada ada lagi kesulitan baru dibelakang hari.
Karena mereka alumni Gontor, maka saya tutup dengan harapan kiranya Allah menjaga dan menyehatkan serta mencerdaskan Syaykh. Sehingga kasus ini tidak berakhir dengan apa yang disebut dalam makolah Arab " la yusuf wa la min qamishuhu "