Belajar dari kesalahan

SETIAP ORANG PASTI PERNAH MELAKUKAN KESALAHAN, TETAPI PEMIMPIN AKAN MELAKUKAN KESALAHAN LEBIH BANYAK.

Tidak mudah bagi para pemimpin untuk mengakui bahwa mereka telah melakukan kesalahan. Lebih sulit lagi bagi mereka untuk mengakui bahwa mereka salah. Itu sebabnya banyak pemimpin mengadopsi pola pikir "tidak pernah meminta maaf"—mereka tetap berpegang teguh pada pendirian mereka daripada mengakui bahwa mereka salah dan mengurangi kerugian mereka.

Sebagai seorang konsultan budaya (Special Consultative status in ECOSOC, United Nations) , saya sering melihat para pemimpin membentengi diri mereka dengan rasa percaya diri yang penuh delusi ( kondisi yang membuat seseorang tidak bisa membedakan antara imajinasi dan kenyataan) berpikir bahwa tidak mengakui kesalahan membuat mereka terlihat lebih kuat.

Menjadi Salah Bukanlah Penyakit

Kita secara psikologis cenderung percaya bahwa kita benar, meskipun fakta membuktikan sebaliknya. Kita senang menjadi benar. Namun, hidup kita penuh dengan ilusi, kegagalan ingatan, dan keyakinan yang tidak rasional. Keyakinan bahwa kita benar membawa kita pada kesalahan.

Error Blindness (BUTA KESALAHAN) adalah istilah yang diciptakan oleh Kathryn Schulz. Dia percaya kita tidak memiliki isyarat internal untuk mengetahui bahwa kita salah tentang sesuatu sampai semuanya terlambat. Dia menjelaskan dalam Being Wrong bahwa kepercayaan diri delusi ini melewati tiga fase.

Pertama, kita salah tapi belum menyadarinya. Kita gagal memeriksa ulang fakta karena kita berasumsi bahwa kita benar. Kedua, ketika kita akhirnya menyadari bahwa kita salah, kita merasa diserang. Yang terakhir, kita memperkuat diri dalam penyangkalan – kita tidak mau mengakui kepada orang lain bahwa kita salah.

Khayalan ini semakin besar jika Anda memegang posisi yang berkuasa.

Psikolog organisasi Tasha Eurich menciptakan ungkapan "Penyakit CEO" untuk merujuk pada kondisi ini. Ini adalah akibat dari rendahnya kesadaran diri eksternal. Saat Anda menaiki tangga KEPEMIMPINAN, Anda akan mulai menerima lebih sedikit umpan balik yang jujur. Rekan kerja Anda menjadi takut untuk tidak sependapat dengan Anda dan mulai menyaring apa yang mereka katakan.

Bukan hanya para eksekutif, kita semua kurang sadar diri dibandingkan yang kita kira. Penelitian yang dilakukan oleh Dr. Eurich menunjukkan "bahwa 95 persen orang percaya bahwa mereka sadar diri, namun hanya 10 hingga 15 persen yang benar-benar sadar". Tidak masalah jika Anda mengadakan pertemuan empat mata dengan bawahan langsung Anda dan Organisasi Anda memfasilitasi penilaian kinerja 360 derajat. Seringkali, hasil tersebut tidak diperhitungkan.

Sebagai sebuah budaya, kita lebih menghargai pemimpin yang terlalu percaya diri dibandingkan mereka yang sadar diri, rentan, dan rendah hati. Mengakui kesalahan menandakan kelemahan bagi banyak orang.

Banyak pemimpin menunjukkan sifat narsistik. Menurut sebuah penelitian di Oregon State University, orang narsisis tidak belajar dari kesalahannya karena mereka merasa tidak melakukan kesalahan. Mereka tidak menerima nasihat orang lain atau memercayai pendapat orang lain. Narsisme berhubungan langsung dengan kepemilikan kekuasaan. Seperti yang dijelaskan para peneliti, "Orang narsisis lebih sering melakukan hal ini karena mereka merasa lebih baik daripada orang lain."

Masyarakat kita mengidealkan kemenangan dan ketabahan, yang memperkuat gaya tidak mengakui kesalahan ini. Inilah sebabnya mengapa para pemimpin sering kali mengambil keputusan berdasarkan popularitas, bukan berdasarkan bukti. Namun, pemimpin yang efektif mengutamakan kebenaran dibandingkan reputasinya. Mereka tahu bahwa kemenangan memerlukan pengurangan kerugian.

Akui Anda Salah – Kurangi Kerugian Anda

Ada perbedaan besar antara menyerah dan menyadari sudah waktunya untuk berhenti.

Dalam The Psychology of Sunk Cost, profesor Hal Richard Arkes menjelaskan jebakan yang dialami sebagian besar dari kita. Semakin banyak uang, waktu, atau tenaga yang kita keluarkan, semakin besar keinginan kita untuk terus berinvestasi. Pembenaran psikologis atas perilaku ini didasarkan pada keinginan untuk tidak terlihat seperti pecundang, tetapi selalu disebut sebagai PEJUANG!!.

Keras kepala sering kali menjadi tanggung jawab para pemimpin. Mereka jatuh ke dalam perangkap “biaya hangus”. Mereka tidak ingin menghapus semua uang dan waktu yang diinvestasikan dalam suatu usaha. Dengan membenarkan keputusan yang buruk, mereka terus meningkatkan kerugiannya.

Inilah yang dapat Anda lakukan untuk menghindari jebakan biaya hangus:

Ketahui keterbatasan Anda sendiri:

Tantang asumsi Anda tentang diri Anda sendiri. Tanyakan pada diri Anda, "Bagaimana jika saya yang salah?" Sebelum mencoba menunjukkan bahwa Anda benar, berikan keraguan pada orang lain. Salah satu perusahaan paling sukses di negaranya, 7-Eleven Jepang membangun budaya untuk terus mengajukan pertanyaan yang menyelidik.

Bagikan kesalahan Anda:

Contohkan perilaku yang benar dengan membagikan kesalahan terbaru Anda kepada tim Anda. Adakan pertemuan bulanan di mana setiap orang dapat berbagi kesalahan mereka dan apa yang mereka pelajari dari kesalahan tersebut. Jadilah orang pertama yang berbagi untuk mendorong orang lain melakukan hal yang sama. CEO Tata Group, produsen otomotif India, Natarajan Chandrasekaran, percaya bahwa kesalahan adalah tambang emas dan memberikan penghargaan untuk mendorong kegagalan—dan belajar darinya.

Katakan "Saya tidak tahu" lebih sering:

Tidak ada yang bisa menyampaikan pesan yang lebih kuat daripada kerendahan hati intelektual. Para pemimpin percaya bahwa reputasi mereka bergantung pada jawaban atas semua permasalahan yang ada. Pemimpin hebat mengajukan pertanyaan yang tepat dan membiarkan timnya menemukan solusinya. Anda tidak perlu mengetahui semuanya, seperti MANDOR GAPLOK.

Apa yang berhasil? Apa yang tidak berhasil?:

Jika Anda bertanya kesalahan apa yang Anda lakukan, orang mungkin merasa terlalu terintimidasi untuk menjawab dengan jujur. Jika Anda menanyakan apa yang Anda lakukan dengan benar, Anda hanya akan menerima kata-kata yang menyanjung ("CAK TAMAT"} Mintalah keduanya secara bersamaan. " Mintalah tim Anda untuk memberikan umpan balik mengenai apa yang berhasil dan apa yang tidak" , sebuah metode yang digunakan oleh Steve Jobs.

Kurangi kerugian Anda:

Daripada membuang-buang uang demi keuntungan buruk, bersiaplah untuk mengubah arah. Biaya hangus memainkan peran penting dalam proses pengambilan keputusan. Jangan khawatir tentang reputasi Anda. Lebih baik mengambil resiko terlihat lemah tapi benar daripada terlihat kuat tapi salah.

Jadilah "Pemimpin" yang tidak kenal takut membuat pilihan yang tepat meskipun harus menanggung konsekuensinya. JANGAN SENANG DENGAN SIKAP SUBORDINATES YANG " NOROK BUNTEK "

PERTANYAANNYA?.

Apakah kita bisa seideal apa yang saya catat tersebut diatas, jawabannya, secara pribadi saya sampai usia tua ini masih belajar untuk menjadi " berani mengakui kesalahan dan memperbaikinya", dan selalu mengajak anak anak untuk melakukan hal yang sama.