Siapa Yang akan terpilih di Pilpres 2024?

Pemilihan presiden adalah bagian dari demokrasi di setiap negara. Pemilihan memutuskan siapa yang akan menjadi pemimpin berikutnya di negara tertentu oleh para pemilih.

Indonesia, sebagai salah satu negara yang menggunakan sistem demokrasi, juga mengadakan pemilihan presiden setiap lima tahun sekali. Semua penduduk Indonesia bebas memilih kandidat mereka, di bawah perlindungan hukum, bebas dari tekanan atau pembatasan apa pun untuk mengarahkan pemilih ke salah satu kandidat.

Indonesia menerapkan prinsip demokrasi bebas dalam politik setelah runtuhnya kepemimpinan Presiden Soeharto yang memimpin Indonesia selama 32 tahun dan berakhir pada tahun 1998, masyarakat Indonesia menganggap bahwa demokrasi adalah sistem yang harus dilaksanakan sepenuhnya tanpa tekanan dari pemerintah. Dalam demokrasi kekuasaan tertinggi ada di tangan rakyat, bukan pemerintah atau presiden.

Demokrasi saat ini didukung sebagai indikator perkembangan politik. Demokrasi menempati posisi vital mengenai distribusi kekuasaan di Indonesia. Sistem pemerintahan Indonesia umumnya didasarkan pada konsep dan prinsip "Trias Politica," dengan kekuasaan negara yang diperoleh dari rakyat juga harus digunakan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Montesquieu menyatakan bahwa trias politica berarti kekuatan politik di suatu negara dapat dipisahkan menjadi tiga posisi berbeda, yaitu eksekutif atau penegak hukum, legislatif, dan peradilan atau pengawas penegakan hukum .

Indonesia mengadakan pemilihan presiden bersama dengan pemilihan umum untuk memilih dewan perwakilan, serta presiden dan wakil presiden. Pada tahun 2019, ruang lingkup politik pemilu berbeda dengan pemilihan presiden sebelumnya pada tahun 2014,

Pada tahun 2014, baik Prabowo maupun Jokowi menjadi tokoh baru dalam pemilu. Tetapi muncul issue yang menciptakan rasa takut yang cukup di masyarakat dengan sasaran agar rakyat menghindari memilih Prabowo, kini Calon Presiden di Pilpres 2024 bergandengan tangan dengan Gibran putera Presiden Jokowi. Lawannya pada Pilpres 2014 dan 2019, konon Prabowo kalah karena mencuatnya issue pelanggaran hak asasi manusia dan lain sebagainya.

Presiden Jokowi, kemudian melakukan rekonsoliasi dengan Prabowo mantan rivalnya untuk menciptakan keharmonisan dan kebersamaan selama periode kedua kepemimpinannya, dan memberikan posisi Menteri Pertahanan. Kompromi politik yang menghasilkan effek positive bagi kedua pemimpin, dan salah satu yang sangat jelas adalah bergabungnya Prabowo Subianto dengan Gibran Rakabuming putera Presiden Joko Widodo di Pilpres 2024.

Issue tentang Gibran Rakabuming Cawapres Prabowo Subianto

Pada Pilpres yang lalu, Rakyat di suguhi berbagai issue yang terkadang begitu tajam dan sama sekali tidak mendidik, tetapi seiring dengan perjalanan waktu Rakyat sudah semakin faham untuk menyikapinya. Pada Pilpres yang lalu, issue Jokowi antek asing dan antek PKI dipompakan sedemikian rupa, bahkan Yusuf Kalla dalam digital record pernah menyebut”jika Jokowi jadi Presiden Indonesia akan hancur”, dan semua faham bagaimana kampanye kampanye hitam saling bersahutan menjelang Pilpres, akhirnya Jokowi yang memenangkannya dan menjadi Presiden Indonesia selama dua periode yang berakhir pada tahun 2024.

Issue tajam pada Pilpres 2024 ini ternyata masih berkisar tentang Pak Jokowi, karena Putera beliau Gibran Rakabuming ditetapkan dengan kesepakatan bersama aliansi pendukung, sebagai Calon Wakil Presidennya PrabowoSubianto, yang dianggap masih terlalu muda (36 tahun) dan memanfaatkan hasil keputusan Mahkamah Konstitusi yang dianggap syarat dengan ketidak benaran prosesi, sehingga mencuat anggapan bahwa pencawapresan Gibran cacat hukum, bahkan banyak yang berpendapat bahwa pencawapresan Putera jokowi ini, menunjukkan ambisi kekuasaan melalui nepotisme politik.

Mungkin saya salah jika berpendapat, bahwa di era demokrasi ini semua sangat bergantung pada pilihan Rakyat bukan bergantung pada keinginan elite politik. Jokowi bisa saja berkeinginan untuk mendapatkan jaminan keberlangsungan pembangunan yang sudah di canangkannya, dengan memberikan ijin puteranya Gibran Rakabuming menjadi Cawapres, kemudian Rakyat memilih atau sebaliknya Rakyat menolak dengan tidak memilih pasangan Prabowo-Gibran, apa yang bisa dibuat?. Tentu harus menerimanya, inilah Demokrasi, dan Jokowi bukan seperti Sultan atau Raja yang bisa mengangkat Putera sulungnya sebagai Putera Mahkota. Jadi tidak ada yang salah dengan kecawapresan Gibran Rakabuming.

Terkait dengan “ putusan” Mahkamah Konstitusi yang berakibat di pecatnya Ketua oleh MK-MK karena adanya berbagai ketimpangan, kemudian bisa di batalkan?. Pertanyaan yang bisa dijawab oleh semua Rakyat, bahwa putusan MK langsung memperoleh kekuatan hukum tetap sejak diucapkan dan tidak ada upaya hukum yang dapat ditempuh. Sifat final dalam putusan Mahkamah Konstitusi dalam Undang-Undang ini mencakup pula kekuatan hukum mengikat (final and binding) bisa di simak pada Penjelasan Pasal 10 ayat [1] UU 8/2011). Maknanya tidak ada hukum yang dilanggar dalam pencalonan Gibran sebagai Cawapres.

Bagaimana issue yang di expos sebegitu intensivenya terkait dengan Nepotisme politik. Saya kok menganggap hal ini bukalan lagi issue di era demokrasi yang selalu kita pertahankan di Negeri tercinta ini. Apalagi hal ini tidak terjadi tiba tiba hanya di era Jokowi dengan mengijinkan Gibran sebagai Cawapres. dalam hal ini saya setuju dengan penyampaian Prabowo “ bahwa jika penetapan Gibran sebagai Cawapres dianggap nepotisme politik, bagaimana dengan yang lain?”. Selagi di pilih Rakyat maka siapa putera siapa tidak lagi menjadi persoalan yang harus dibesar besarkan, agar demokrasi di Negeri ini semakin matang.

Bagaimana dengan usia Gibran Rakabuming yang baru 36 tahun, apakah hal ini menjadi penghalang karena kurangnya pengalaman di usia yang masih muda ini?. Jawabannya tentu tidak, kita tidak sedang bicara tentang usia yang masih muda atau sudah tua. Bukankah usia Wakil Presiden saat ini sudah tidak lagi muda bahkan dibandingkan dengan usia Presiden Joko Widodo. Apakah K.H Makruf Amin mempunyai pengalaman sebagai Cawapres sebelumnya?. Sama dengan Gibran, jawabannya adalah belum, tetapi system telah membuatnya mampu menjadi seorang Wakil Presiden.

Di beberapa negara di dunia, usia sudah tidak lagi menjadi issue utama, misalnya di Chile , Gabriel Boric mantan aktifis mahasiswa, terpilih sebagai presiden termuda di negara itu di usia 35 tahun pada Desember 2021. Boric mengalahkan kandidat sayap kanan dengan janji untuk mengubah Chili menjadi "negara sejahtera" yang lebih hijau dan lebih egaliter.

Di Elsalvador , tokoh yang sangat merakyat Nayib Bukele (keturunan Arab) berusia 37 tahun ketika dia terpilih sebagai presiden negara Amerika Tengah ini pada Februari 2019.

Kkeberhasilannya memerangi geng jalanan yang kejam telah membuatnya mendapat pujian dari Rakyat Elsalvador, meskipun mendapatkan kritik keras dari organisasi hak asasi manusia. Kemudian Partainya telah mendukungnya untuk mencari masa jabatan kedua yang kontroversial secara hukum di Negaranya.

Tidak saja di Negara Amerika Tengah diatas, tetapi juga di Perancis Presiden Emmanuel Macron terpilih sebagai Presiden pada usia 39 tahun, tentu Gibran Rakabuming lebih tua 2 tahun seandainya berlaga menjadi Calom Presiden di tahun 2029, karena usianya sudah 41 tahun.

Masih banyak cerita pembanding terkait dengan usia, Irakli Garibashvili misalnya menjadi pemimpin pemerintah termuda di Eropa pada tahun 2013 ketika ia terpilih sebagai perdana menteri Georgia pada usia 31, sebagai anak didik miliarder (mantan pemimpin Bidzina Ivanishvili).

Kemudian Leo Varadkar memecahkan cetakan di Irlandia Katolik tradisional ketika dia menjadi "taoiseach" gay terbuka pertama di negara itu, istilah untuk perdana menteri republik Irlandia, pada tahun 2017. Dia juga yang pertama dari etnis minoritas dan yang termuda yang pernah ada, berusia 38 tahun. Varadkar, yang ayahnya adalah orang India, kembali untuk tugas kedua pada Desember 2022.

Vjosa Osmani , seorang profesor hukum, terpilih sebagai presiden wanita kedua Kosovo pada April 2021 pada usia 38 tahun setelah memenangkan suara terbanyak dari kandidat mana pun dalam pemilihan parlemen negara itu.

Jakov Milatovic, seorang ekonom pro-Eropa, yang menggandakan upah minimum, berusia 36 tahun ketika dia menggulingkan pemimpin lama Milo Djukanovic, seorang Sosialis, dalam pemilihan presiden pada April 2023. Posisinya sebagian besar adalah posisi seremonial tetapi kemenangan Milatovic mengguncang lanskap politik, membuka jalan bagi platform Europe Now untuk memenangkan pemilihan parlemen dua bulan kemudian di Montenegro.

Pandangan saya tentang Gibran Rakabuming tersebut diatas, adalah pandangan objektif yang saya sampaikan tanpa maksud untuk menyampaikan bahwa pilihan saya jatuh pada pasangan Prabowogibran di Pilpres 2024 tiga bulan lebuh yang akan datang. Mungkin saja saya memilih pasangan ini, atau memilih pasangan #GanjarMahfud atau #AniesMuhaimin adalah hak demokrasi saya begitu juga sahabat sahabat. Tetapi bersikap arif dan terbuka adalah sesuatu yang dibutuhkan di era demokrasi ini.

Dinamika elektabilitas Pasangan Caprer-Cawapres;

Sahabat Facebookers, menjelang Pilpres 2024 yang akan di ikuti oleh 204,800,000 pemilih diseluruh Indonesia, kita di suguhi oleh berbagai macam informasi tendensius ataupun objektif, bahkan dijejali dengan berbagai kampanye hitam (Black Campaign) yang tidak mendidik. Hebatnya di era ICT ini kita sudah cukup mampu untuk menyikapi berbagai informasi tidak mendidik tersebut dan berketapan untuk menjatuhkan pilihan kepada Calon Presiden-Wakil Presiden yang kita yakini, terlepas pada saatnya nanti terpilih atau tidak sebagai Presiden.

Pilpres 2024 menjadi sangat seru, bukan saja karena setiap hari kita di suguhi oleh hasil survey elektabilitas masing masing kandidat, tetapi juga terdapat 3 pasangan Capres - Cawapres yang di usung oleh Partai Politik, yakni #prabowogibran2024,#GanjarMahfud dan #AniesMuhaimin, ketiga pasangan ini tentu dengan kelebihan dan kekurangannya masing masing , dan sekali lagi hanya Rakyat yang akan menentukan kelebihannya, ketika kita harus menerima siapakah yang akan terpilih di Pilpres 2024 nanti.

Teriring dengan berkembangnya waktu, kini disetiap negara selalu di expos elektabilitas masing masing Kandidat dalam setiap Pemilihan Umum, termasuk di Indonesia, bukan saja untuk Piplres, tetapi juga untuk Pileg dan Pilkada. bahkan Survey elektabilitas sudah dilakukan sejak beberapa waktu sebelum pencalonan, dan hal ini juga berlaku untuk ketiga Pasangan pada Piplres 2024 ini. Apakah hasil survey elektabilitas bisa dijadikan patokan untuk memprediksi siapa yang akan menang. Kita tidak bisa menjawabnya dengan pasti, tetapi belajar dan berkaca pada Piplres sebelumnya, kita bisa memahami betapa hasil survey mampu menjawab prediksi kemenangan dan kekalahan Kandidat.

Pada Pilpres 2019 yang lalu, dimana pada setiap survey, elektabilitas Jokowi mengungguli elektabilitas Prabowo, kemudian hasilnya dapat dipastikan bahwa Jokowi memenangkan pemilihan, walau perbedaan angkanya tidak sama dengan perbedaan pada survey elektabilitas.

Persoalannya adalah, Pilpres 2024 ini kontestannya adalah 3 pasangan, dengan hasil survey elektabilitas yang susul menyusul antara Pasangan #Prabowogibran dengan #GanjarMahfud, berkisar antara 40 vs 35, sedangkan elektabilitas #AniesMuhaimin tercatat selalu berkutat diangka 20-22,5%. Dengan demikian agak sulit bagi satu pasangan untuk memenangkan satu putaran pemilihan, bisa saja dua pasangan diatas saling kejar mengejar, tetapi pasangan #AniesMuhaimin akan menjadi penghalang kemenangan satu pasangan Kandidat pada satu putaran. Mengapa?. Seperti yang saya sampaikan terdahulu, bahwa bisa saja pasangan #AniesMuhaimin kalah dalam prosentase hasil survey elektabilitas, tetapi pasangan ini mempunyai pendukung yang cukup fanatik, terbukti dengan membludaknya tingkat kehadiran tatkala keduanya melakukan kunjungan atau pertemuan.

Hasil survey elektabilitas terkini, masih menempatkan pasangan Prabowogibran di urutan atas, disusul Ganjarmahfud dan Aniesmuhaimin selalu di urutan terakhir :

- Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka 39,7%

- Ganjar Pranowo-Mahfud Md 34,8%

- Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar 22,4%

Hasil survey tersebut diatas yang selalu susul menyusul antara dua Kandidat, tidak memungkinkan bagi salah satu untuk memenangkan pemilihan dalam satu putaran. Misalnya bagi pasangan Prabowogibran harus berusaha keras agar bisa memenangkan pewmilihan dalam satu putaran. Karena bagi pasangan ini pertarungan di putaran kedua Piplres 2024 tidak kalah kerasnya perjuangan untuk memenangkannya. Jika kontestan hanya dua pasangan seperti Piplres yang lalu, kita sudah bisa menjawab pertanyaan siapakah yang akan menang di Pilpres 2024 ini?. Yakni pasangan Prabowogibran merujuk pada elektabilitasnya yang selalu diatas dari waktu ke waktu dan oleh setiap lembaga survey.

Pasangan #AniesMuhaimin, yang selalu berada di urutan terakhir setiap hasil survey yang di publikasikan, tetapi menurut pendapat saya, pasangan ini akan menjadi juru kunci pemenangan kedua pasangan tersebut diatas pada putaran kedua. Kepada siapa dukungan pemilih pasangan ini diarahkan, maka Kandidat yang mendaptkan dukungan akan memenangkan Piplres 2024. Bisa saja pemenangnya adalah ganjarmahfud, karena kemungkinan rampingnya pengusung Kandidat ini, yang hanya terdiri dari PDIPerjuangan dan PPP serta Hanura partai yang tidak lolos PT dan menurut survey masih belum bisa dipastikan lolos di Pemilu 2024. Artinya kompromi politik lebih terbuka daripada kemungkinan pasangan Aniesmuhaimin bergabung ke Prabowogibran.

Hasil survey elektabilitas memang sangat penting pada setiap Pilpres ataupun Pemilu, tetapi merujuk pada pengalaman Pemilu di Inggris tahun 2015, ternyata hasil survey elektabilitas tidak sama dengan hail pemilihan umum di tahun tersebut. Pemilihan Umum 2015 di INGGRIS secara luas dianggap sebagai kegagalan bagi Industri yang begerak dibidang survey yang mengakibatkan tingkat kepercayaan terhadap hasil survey elektabilitas menurun dikarenakan tidak akurat.

Kasus Pemilu di Inggris 2015 tersebut diatas, tersimpulkan bahwa penyebab ketidak akuratan survey elektabilitas adalah karena adanya kesalahan didalam memilih sample yang di teliti, jumlah antara 1000 - 10,000 barangkali sudah memenuhi persyaratan, tetapi perbedaan pilihan dari objek survey tidak diperhatikan, Misalnya sejumlah responden bukan dari kalangan Nahdhiyyin di sodori perbagai pertanyaan untuk mendapatkan elektabilitas Muhaimin Iskandar, Cawapres Anies baswedan, maka hasilnya menempatkan pasangan ini di nomor urut terakhir.

Pada akhirnya dinamika hasil survey elektabilitas penting untuk mengambil simpul siapakah yang akan memenangkan Piplres 2024, tetapi menjadi penting pula untuk diperhatikan jumlah kontestan Pilpres 2024 seperti yang disebutkan diatas, yakni siapapun boleh unggul dalam survey elektabilitas, tetapi untuk memenangkan Pemilihan harus “ mampu memenangkan satu putaran”. Jika tidak, maka pasangan Aniesmuhamin yang akan menjadi juru kunci kemenangan Piplres 2024.

Pengusung ketiga Capres - Cawapres;

Seperti diketahui ketiga pasangan Capres-Cawapres sudah mendapatkan Nomor urutnya masing masing, antara lain Pasangan #AniesMuhaimin2024 Nomor urut 1, #prabowogibran Nomor urut 2 dan #ganjarmahfud Nomor urut 3. Jika di urut menurut huruf singkatannya adalah “APG” - Anies-Prabowo-Ganjar.

Ketiga pasangan tersebut diatas di usung oleh koalisi Parpol, baik yang sudah menempTKN Wakil-2nya di Senayan ataupun yang gagal dan atau Parpol baru. pasangan Anies-Muhaimin diusung oleh Partai NasDem, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Partai Ummat (besutan Amin Rais, peserta Pemilu 2024).

Kemudian, Ganjar-Mahfud yang diusung oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Persatuan Indonesia (Perindo), dan Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura). dua Partai terakhir adalah Parpol yang tidak lolos ke Senayan.

Selanjutnya, pasangan Prabowo-Gibran yang diusung oleh Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Partai Golongan Karya (Golkar), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Demokrat, Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Gelombang Rakyat Indonesia (Gelora), Partai Garda Republik Indonesia (Garuda), dan Partai Solidaritas Indonesia (PSI), serta Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) yang tidak lolos menjadi peserta Pemilu 2024, sama dengan Partai Republik.

Di antara sekian banyak Parpol pengusung Capres-Cawapres, bisa kita lihat track recordnya pada Pemilu sebelumnya, di Pemilu 2019 misalnya untuk memudahkan kita menyimaknya;

Pengusung #AniesMuhaimin2024:

Perolehan Pemilu 2019

- Partai Nasdem 9,05%.

- Partai PKB 9,69%

- Partai PKS 8,21%

- Partai Ummat 0%

Jumlah perolehan 26,95 %

Hasil Survey 2024;

- Partai Nasdem 8,7%

- Partai PKB 7,2%

- Partai PKS 7%

- Partai Ummat 0%

Elektabilitas 2024 22,9% - turun 4,05%

Pengusung #prabowogibran2024

Perolehan Pemilu 2019

- Partai Gerindra 12,57%

- Partai Golkar 12,31%

- Partai PAN 6,84%

- Partai Demokrat 7,77%

- Partai PBB

- Partai Gelora

- Partai Garuda

- Partai PSI

- Partai Prima

Jumlah perolehan 39,49%

Hasil Survey 2024;

- Partai Gerindra 17,1 %

- Partai Golkar 10,1%

- Partai PAN 3,9%

- Partai Demokrat 9,8%

- Partai PBB

- Partai Gelora

- Partai Garuda

- Partai PSI

- Partai Prima

Elektabilitas 2024. 40,9% naik 1,41%

Pengusung #GanjarMahfud2024

Perolehan pemilu 2019

- Partai PDI 19,33%

- Partai PPP 4,52%

- Partai Perindo 2,67%

- Partai Hanura 1,54%

Jumlah perolehan 28,06 %

Hasil Survey 2024

- Partai PDI 19,8%

- Partai PPP 2,9%

- Partai Perindo 4,3% - ada yang 1,6%

- Partai Hanura 0,8%

Elektabilitas 2024 27,8% (hitungan Perindo 4,3%), turun 0,26%

Walaupun perolehan suara Parpol dan elektabilitasnya untuk Pemilu 2024 terlihat dalam prosentase, tetapi tidak berpengaruh mutlak pada Pilpres, karena Pilpres lebih cenderung memilih individu Capres dan Cawapres daripada Partai Politik Pengusungnya. namun demikian hasil survey berbagai lembaga survey, mendapatkan prosentase yang hampir sama antara Parpol dan Piplres untuk ketiga Capres-Cawapres tersebut diatas, kita ambil contoh Survey Poltracking.

- Aniesmuhaimin 23,7%

- Prabowogibran 40,2%

- GanjarmahfudMD 30,1%

Jika kita berhitung pada hasil survey dengan margin error yang bisa dipertanggung jawabkan secara ilmiah tersebut diatas, maka sangat sulit bagi masing masing pasangan untuk bisa memenangkan pemilihan di putaran pertama, karena ketiga pasangan tersebut diatas akan memperoleh suara kurang lebih seperti yang di survey oleh berbagai lembaga survey tersebut diatas, dan merujuk pada hasil survey maka dimungkinkan akan berlaga di putaran kedua pasangan #prabowogibran melawan #ganjarmahfud.

Bagaimana dengan suara #aniesmuhaimin?. Pasangan ini walau dijangka kalah di putaran pertama dan tidak ikut berlaga di putaran kedua, tetapi keberadaannya dan para pendukungnya sangat mempengaruhi kedua pasangan yang saling bertarung di putaran kedua Piplres 2024.Jika aliansi pengusung #prabowogibran bisa melakukan kompromi politik, tentu dengan mengorbankn sedikit kesepakatan bersama sebelumnya, maka pasangan nomor 2 yang bisa melenggang sebagai pemenang Piplres 2024.

Namun ada kemungkinan kompromi politik dengan aliansi pengusung pasangan nomor 3 #ganjarmahfud lebih terbuka bagi #aniesmuhaimin dan para pendukungnya, karena aliansinya yang ramping dan dominan PDI Perjuangan, serta diprediksi tiga Parpol pengusungnya tidak lolos ambang batas. Dengan demikian jika terdapat kompromi politik yang saling menguntungkan, maka bukan tidak mungkin Pasangan Nomor 3 yang akan memenangakan Pilpres 2024. Jika Presiden Joko Widodo bisa memasukkan Prabowo Subianto kedalam Kabinetnya, mengapa tidak untuk Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar dengan mesin politiknya PKB yang elektabilitas 7,2% di Pemilu 2024 ini.

Siapa yang berani mengambil political opportunity tersebut diataslah yang akan memenangkan Piplres 2024. Tentu dengan catatan tidak ada Pasangan yang mampu memenangkan Pemilihan putaran pertama.

Bersambung

Note : beberapa Parpol masih belum dimasukkan prosentase elektabilitasnya